16 Mar 2019

Berita dan Salah kaprah





Peristiwa berdarah yang terjadi di Selandia Baru itu menjadi lebih personal buat saya, sepertinya juga keluarga saya di kampung.

Sebelum saya bercerita, saya mengucapkan turut berduka sedalam-dalamnya atas kasus penembakan di dua masjid kota Christchurch, Selandia Baru, Jumat, 15 Maret 2019 kemarin. Pasca kejadian, selain duka dan sesal, tersisa harapan-harapan akan kerukunan, toleransi, kedamaian dunia. Teror, atas nama apa pun, dilakukan oleh siapa dan kelompok apa pun, tetaplah sebuah teror.

Dari berita dan video yang beredar di media sosial tersebutlah dua orang WNI yang menjadi korban penembakan yaitu Zulfirman Syah beserta anak beliau yang masih balita. Kita berdoa semoga mereka segera pulih. Zurlfirman Syah dikabarkan baru dua bulan tinggal di Selandia Baru. Sebelumnya ia dan keluarga menetap di Yogyakarta, aktif sebagai perupa dan terkumpul dalam komunitas Sakato. Beliau adalah seorang seniman.

Seniman, saya kira kemarin sore menjadi kata yang ramai di kampung saya. Entah bagaimana mulanya, berita yang menyiarkan soal WNI itu menyebut Bang Zulfirman Syah berasal dari Pesisir Selatan Sumatera Barat. Secara pribadi semakin menyentuh perasaan saya. Saya mencari tahu di Pesisir Selatan dimanakah beliau tinggal? Bersamaan dengan itu, WAG lokal saya turut menyiarkan kabar tersebut. Lalu beberapa WA masuk menanyakan pada saya, Benarkah bang Zulfirman Syah, seniman yang korban yang tertembak di Selandia Baru itu orang Pesisir Selatan? Dimanakah kampung beliau?


Kata kuncinya sekali lagi: seniman. Lalu berita tambahan lainnya adalah beliau Alumni SMU Painan, Pesisir Selatan membuat penghuni beberapa WAG makin penasaran kepada korban. Saya konfirmasi ke Bang Jumaldi Alfi, tetua Sakato, tempat bang Zulfirman Syah pernah bernaung. Beliau menjawab ringkas bahwa Bang Zulfirman berasal dari Padang. Saya kasih tahu di group soal itu dan beberapa kawan yang menanyai saya.

Lalu kabar baru beredar dari sreenshoot SPM-TV Nasional dengan narasi yang lebih mengharukan seperti yang tercantum:




Sumber itu makin merujuk ke satu alamat, korban berasal dari Taratak, Surantih dan sekolah asal. WAG kembali ramai, beberapa orang di group mengaku merasa kenal dengan wajah di foto tersebut. Lalu beberapa WA pribadi masuk. Selanjutnya beberapa panggilan telepon baik dari keluarga maupun kawan serta beberapa nomor asing masuk ke HP saya. Semua memastikan keadaan kami di Yogya (Saya dan Bang Raudal) baik-baik saja. kakak sepupu saya menelepon dengan panik. Kabar lain dari keluarga mengatakan beberapa orang singgah ke rumah memastikan kebenaran berita yang beredar. Kabar itu telah mengerucut: ada Seniman asal Taratak, Surantih yang tertembak. Kemungkinan paling besar merujuk ke kakak saya, Raudal ranjung Banua.

Saya mesti mengkonfirmasi satu-satu. Pertama mengabarkan kami semua baik, kedua menjelaskan posisi tinggal kami di Jogja dan tidak serta merta bisa sampai di Selandia Baru. Soal lokasi seperti ini memang seringkali kacau dan terabaikan. Berita klarifikasi soal kampung asal bang Zulfirman Syah yang dimuat salah satu media online saya sebarkan keberapa group WA.

Berita yang menyebar dengan cepat kadang membawa masalah baru, keruwetan dan timpang tindih di tengah masyarakat. Data yang tidak akurat akan membuat kekisruhan yang jauh lebih besar. Itu kata kunci lain dari tulisan ini. Di atas semua itu, ada rasa haru mengetahui sebegitu banyaknya anak negeri yang peduli pada kami. Baik itu keluarga atau sahabat, bahkan mereka yang mungkin tidak kami kenal.

Semoga bang Zul dan anak beliau cepat pulih. Semoga dunia ini bisa terbebas dari sentimen atas identitas apa pun yang melekat pada diri masing-masing. Semoga seniman kelak benar-benar menjadi profesi bagi banyak orang kampung kami.

Yogya 16 Maret 2019

1 komentar:

Alris mengatakan...

Apakah Beliau sudah pulih? Semoga sudah sehat sebagaimana biasanya sehat.

Salam,

Alris