Pemandangan di Jalan Bimo Kurdo di Selatan kos-kosan, diambil sekitar Februari/maret 2013 |
Saya tidak bisa
menjelaskan, rasa seperti apa yang mengikatku pada ruang kecil berukuran 3x4
meter yang saya tinggali selama lebih dari 5 tahun terakhir ini. Aku masih
sering merindukannya dan selalu merasa ingin pulang ke kamar kos ini.
Waktu
itu saya memilih salah satu kamar di rumah kecil yang hanya berisi 5 kamar ini
dengan dua alasan; pertama karena buru-buru; kedua karena dekat dengan kampus
tempat saya kuliah. Saat itu rumah yang saya kontrak bersama teman-teman sudah
habis masa kontraknya. Teman-teman sudah sejak awal mencari tempat tinggal baru
dan saling terpisah satu sama lain. Minggu-minggu terakhir mereka sudah
menempati kos baru mereka. Saya masih bertahan sampai malam terakhir di
kontrakan yang terletak di tepi sungai Gajah Wong yang berseberangan dengan
musium Affandi. Sampai malam terakhir, saya hanya mengemasi barang-barang.
Dua
hari sebelum masa habis kontrak berlaku saya memaksa Kiting untuk tinggal
bersama dia di sebuah kamar kecil di Jalan Bimo Kurdo no 8 Sapen. Rumah dengan
lima kamar itu di tempati oleh Fuad teman satu kelas saya dan Kiting.
Barang-barang Kiting sudah diangkut ke sana, dan beberapa kali tidur di kos
baru tersebut. Saya tetap memilih ada di kontrakan yang kami sewa setahun
terakhir. Saya enggan meninggalkan tempat tersebut. Banyak kenangan baik dan
buruk yang tidak pernah bisa saya masukkan ke dalam kardus untuk diangkut atau
bisa jadi mesti dihanyutkan di sungai Gajah Wong. Kenangan tak pernah mampu di
bungkus, tak pernah mampu diangkut, tak pernah bisa ditinggalkan. Ia mesti
ditanggung seumur hidup sebagai pengalaman yang menyenangkan atau justru
membuatmu terpuruk dalam tekanan kepedihan dan penyesalan. Saya menanggung
keduanya.
Itu
penghujung tahun 2007, ketika hujan masih turun tepat waktu. Kini di musim yang
semakin tidak mengenal cuaca itu saya kembali meninggalkan yang lama ketika
mendapatkan yang baru. Tapi rasanya yang lama memang tak tergantikan karena
yang baru masihlah sedang berjalan.
Saya
tidak mau terus-terusan kehilangan dan meninggalkan. Saya ingin ada di satu
tempat saja kelak di kemudian hari.
Lima
tahun lebih saya tinggal di Sapen, sejak saya mulai kuliah dengan teratur
sampai saya menjadi mantan mahasiswa yang payah hari ini. Banyak orang sudah
berpindah dari satu kamar ke kamar lain, tapi saya masih saja ada di sini. Barangkali
saya adalah orang yang terlalu pasif, menerima segala hal dengan begitu saja
dan melewatinya dengan biasa. Saya betah dengan kamar ini tanpa alasan apa-apa.
Tapi selalu saja ada hal lain yang tak bisa kita hindari: meninggalkan.
Hingga
hari ini sesekali dan kapan pun saya memang masih bisa mengunjungi kamar ini,
melongok kenangan yang menempel di sana, tapi sebentar lagi kami akan jadi
saling asing. Saya akan melewati jalan ini barangkali dengan sedikit debar saja
atau makin biasa, bisa jadi saya menyesali mengapa begitu lama ada di sini. Atau
menyesal kenapa saya harus pergi dan membiarkan semuanya berantakan. Saya, dan
sebenarnya semua orang, nyaris tak pernah tahu apa yang akan terjadi jauh ke
depan.
Tapi
saya masih di sini. Masuk di kamar ini. Mencium sisa lasa lalu yang telah
berubah apak. Tak ada lagi yang fisik bersisa, kecuali sampah dan kenangan itu.
Ada banyak yang pernah datang, yang pernah ikut tidur. Kamar ini mempertemukan
beberapa orang dan barangkali pula memisahkan beberapa orang. Kamar ini ada
ruang singgah dan saya merasa betah ada di sana.
Di kamar yang tak begitu luas itu saya mendapatkan banyak hal, dan juga kehilangan banyak hal. Tempat saya merasa pulang, tidur, bermimpi, kelaparan. Tempat kami bertemu, berpelukan, menangis, dan merasakan kebahagian-kebahagiaan kecil. kamar yang menampung diriku dan ambisi-ambisi yang mulai karam, buku, kucing, arsib, kenangan, kawan, dan berjuta hal lain yang bahkan saya tak bisa mengingatnya dengan serentak.
Nanti
saya tak akan pernah bisa seleluasa sekarang ini. Ia akan menjadi bukan hak
saya, hanya sekedar menyebut ke satu-dua kawan: dulu, di sini saya tinggal.
Buat saya yang baru memang menantang, tapi tak selalu menakjubkan. Yang lama
selalu tak bisa digantikan!
Dibaris-baris terakhir
tadi saya tak lagi sekedar bicara soal kamar, melainkan juga hati! Saya di sini sekarang, dan mengenang!
Sapen, Minggu
16/06/2012
2 komentar:
aku suka tulisan ini. mengena.
eniwei, mgk kita memang hrs kembali serius menulis.
kamarmu memang menyimpan berjuta kenangan, koto. bukan kamu saja yang sedih. aku juga sedih. kamu tahu sendiri, kan? :) kenanganku di rumah itu sungguh sulit untuk dilupakan, tapi memang ada yang harus ditinggalkan.
Posting Komentar