gambar oleh Cikie Wahab |
Ini postingan pertamaku tahun ini. Semoga tidak menyedihkan.
Beberapa hari yang lalu, adik sepupuku, Meksi Rahma Nesti memintaku menulis biografi singkat untuk tugas mata kuliah jurnalistiknya. Aku? Menulis biografi? Aduh... Kenapa pula dia ingin menulis tentangku. Kurasa dia cari aman, biar gampang mencari narasumber.
"Soal proses kreatif," katanya. Jelas ini berkaitan dengan dunia tulis menulis. Seketika aku sedih. Berapa lama aku tidak menulis? Seberapa baik sih tulisanku selama ini? Rasanya selama proses belajarku ini, aku belumlah apa-apa. Ibarat sekolah barangkali aku adalah bocah kelas 3 SD yang baru mulai lancar membaca. Dan aku keburu tua karena berkali-kali tak naik kelas. Tapi lantaran Meksi bilang tugasnya mesti dikumpulkan besok, tak ada gunanya dialog-dialog sederhana untuk diri sendiri ini saya lanjutkan. Hanya tugas kuliah saja. Pura-pura pun kadang bisa.
Karena tak ada bahan untuk dituliskan, karena aku sudah lama tidak menulis, ku share saja hasil wawancara tertulis adikku itu. Pertanyaannya lucu dan jawabanku juga lucu. Jika ada salah-salah ketik, kalimat tak nyambung, biasalah, aku sedang membayangkan sedang di wawancara secara langsung. Dan beginilah kiranya diriku. Sebuah catatan untuk diri sendiri. Sebuah (semoga bukan) obituari kepenulisan.
Saya kutip dengan mengubah seperlunya:
1. Di mana tempat dan tanggal lahir, asal dan latar belakang Anda ?Saya
lahir di Dusun Air Terjun, kampung Lansano (sekarang jadi nagari),
sebuah daerah kecil di pesisir pantai bagian selatan Sumatera Barat pada
19 Februari 1983. Secara kebudayaan dan keluarga saya orang Minang.
Kedua orang tua saya adalah petani yang (nyaris) tak bisa tulis-baca.
Pendidikan formal saya SD N 64 Pasir Koto Taratak dilanjutkan di SMP N 03 Batang Kapas, lalu sempat mengenyam pendidikan STM selama satu tahun tapi tak naik kelas, membuat saya mengaggur dan kembali mengulang dua tahun kemudian di SMU N 1 Batangkapas, dan menamatkannya sekolah di SMU N1 Sutera. Setelah itu, saya pindah ke Yogyakarta.
2. Sejak kapan anda mulai menulis?Jika menulis sebagai kerja asal jadi sepertinya sudah saya mulai dari kecil. Sampai kini pun sebenarnya tetap demikian. Secara tak langsung, saya terpengaruh dengan gaya kakak saya yang menulis beberapa novel ketika ia masih SMP. Waktu saya kelas 4 dan 5 SD saya sudah menulis novel, versi saya, dengan cerita orang dewasa. Saat itu saya juga menulis di beberapa buku kosong-tebal yang diberikan oleh kawan saya waktu SD untuk ditulisi cerita. Waktu SMP juga demikian. Waktu liburan sekolah, teman-teman saya menyodorkan buku tebal untuk saya isi dengan tulisan. Tulisan saya buruk, tetapi kawan-kawan selalu ada yang bisa membacanya. Buku tulisan tangan saya sendiri yang nyaris merupakan semi diary menjadi bacaan bergilir beberapa kawan. Setelah saya STM saya mulai menyadari fungsi dokumentasi sehingga mulai merawat karya-karya tulis tangan saya setelahnya dan tak lagi memberikan buku tulis saya pada siapa pun.
3. Siapa yang memotivasi anda untuk menulis?Pertama, jelas pengaruh tidak langsung dari kakak saya yang juga penulis.
Kedua, bacaan. Saya merasa waktu kecil memiliki referensi yang cukup dibanding kawan-kawan saya sebaya. Saya suka membaca dan selalu punya cara agar bisa mengoleksi majalah anak-anak, komik silat dan komik lokal. Saya nyaris membeli majalah setiap minggu. Majalah tersebut adalah majalah lama yang dijual di pasar kecamatan. Saya sampai bela-belain menjual kopi ke pasar, 'numpang' dengan orang agar bisa sampai di kecamatan untuk membeli majalah. sejauh masa anak-anak saya kebanyakan membaca majalah, dan buku-buku DEPDIKBUD di perpustakaan sekolah yang buku-buku tersebut ditaruh di rumah dinas guru, tidak terawat dan saya boleh membawanya pulang. Selain itu, setiap minggu saya mengumpulkan barang bekas untuk ditukar dengan komik-komik plagiat Tatang S. yang secara mutu dan cerita bukan Tatang S. sekali.
SMP saya mulai membaca majalah remaja dan novel-novel. Fredy S. saya baca pertama kali justru ketika kelas 4 SD. Saya dapatkan dengan sembunyi-sembunyi koleksi kakak saya. ceritanya bagus. Saya masih ingat detailnya. Novel yang dimulai dari halaman 29 sampai 108. Saya penasaram sampai kini dengan ceritanya. Di masa-masa ini saya belajar menulis dengan otodidak dengan bekal buku-buku tulisan tangan kakak saya dan satu kumpulan cerpen Wildan Yatim, Jalur Membenam.
Ketika di STM semangat membaca saya terwadahi. Saya membeli koran dan setiap minggu membeli tabloid-tabloid politik. Saya juga mendatangi taman bacaan dan nyaris menghabiskan waktu dan uang di situ. Kamar kos saya penuh majalah dan koran. Tapi saya belum terbiasa ke toko buku. Saya memilih menghabiskan waktu di taman bacaan saja. membaca cerita remaja, cerita horor lokal, komik silat dan komik Jepang. Lalu sisa waktu saya gunakan menonton bioskop murahan. Saya sampai tidak naik kelas ketika itu. Pertama kalinya dalam hidup.
4. Mengapa anda suka menulis?Saya tak punya media apa pun untuk menyampaikan suara saya.
Saya orang yang penakut, terbiasa sendiri, pemalu dan tidak berani bicara di hadapan orang banyak. Sampai hari ini pun. Saya jarang bisa menyampaikan pendapat secara lisan. Sejak kecil saya juga merasa ada masalah dalam narasi saya ketika bicara. Tetapi saya bukan orang yang a sosial. Hanya saya sukar berhadapan dengan lingkungan baru, orang baru dan saya tidak suka orang banyak. Mungkin saya punya gejala autis kali ya.
Saya merasa tulisan mampu menampung imajinasi saya ketimbang tutur lisan saya. Dibanding teman-teman saya nyaris tak bisa mengasai ruang dan forum macam apa pun, termasuk juga dalam pergaulan sehari-hari. Secara pribadi saya juga tak menyukainya. Karena merasa sulit menyampaikan pendapat, maka saya memilih menulis. Namun itu semua bukanlah alasan saya mengapa saya kemudian menulis. Saya tiba-tiba menulis, tanpa saya niatkan saya akan jadi penulis atau sekedar ingin menulis. Itu kebiasaan saja. sejak kecil buku-buku tulis saya sebagian halaman belakang penuh coretan, gambar dan puisi. Sejak STM dan masa-masa menganggur saya menyediakan satu buku khusus untuk menampung tulisan saya di sebuah jurnal yang saya beri nama TERATAI. Sampai saya lulus SMU TERATAI saya sudah mencapai edisi 12.
Alasan yang masuk akal kenapa saya menulis adalah tekanan barangkali. Saya pernah mengalami masa di mana saya merasa di bully. Tulisan adalah media saya berbicara. Saya punya masa di mana saya tak bisa mengeluarkan pendapat apa pun, tulisan saya menjadi wadah kejujuran saya. Juga di saat-saat saya jatuh cinta tentu saja...
5. Apa tujuan anda dalam menulis?Saya nyaris tidak punya tujuan apa-apa. Saya menulis karena saya melihat peristiwa, tetapi juga bisa karena semata-mata imajinasi. Saya tidak bisa membayangkan visual dengan baik, maka saya sering membayangkan peristiwa yang ada di sekitar saya untuk menjadi karakter dalam cerpen saya. Sementara untuk puisi, saya merasa lebih personal dan kadang terkesan heroik karena saya merasa puisi adalah bagian keterwakilan dari diri saya melihat semesta.
Saya tak sepenuhnya tahu, sampai kini pun, apa tujuan saya menulis sebenarnya. Tetapi saya menulis jelas bukan tanpa tujuan.
6. Untuk siapa anda menulis?Tidak untuk siapa-siapa. Saya lebih banyak mencatat. Ini soal kebiasaan. Saya sudah menulis diari sejak SD. Saya merasa menulis juga bagian dari diari karena saya sukar mengingat peristiwa dan waktu dengan tepat.
Beberapa tulisan saya memang memiliki 'tujuan tertentu'. Tidak selalu, tetapi ada. Saya juga tidak tahu untuk siapa saya menulis. Pada masa-masa kehidupan di Yogya mungkin karena tanggung jawab terhadap perut, kali ya. Tapi saya rasa tidak seheroik itu juga.
7. Bagaimana proses anda menulis (lebih mengarah ke proses kreatif)?Jika ini dibahasakan dengan spesifik, maka saya katakan saya adalah penulis yang payah dan pemalas. Saya selalu menulis di kertas dan buku-buku sebelum saya mengetik tulisan-tulisan saya. Ini tentu soal proses kreatif saya yang sekarang. Terutama untuk puisi, saya menulis bait puisi di atas kertas, merevisi beberapa kali sebelum mengetiknya di komputer. Menulis puisi saat ini adalah proses yang melelahkan, karena mengetik adalah sekaligus proses revisi, belum lagi setelahnya saya harus membaca ulang.
Sekali lagi, ini juga agak sukar dijelaskan.
8. Tulisan apa yang pertama kali anda tulis?Beberapa kutipan lagu, kata-kata mutiara, kalimat sok puitis di buku tulis. Tulisan panjang ya ketika SD itu novel saya tersebut. Sekarang sudah tak ada dokumentasinya. Masih sangat buruk, karena saya terpengaruh cerita-cerita di buku dewasa. Jadi saya nyaris tak pernah menulis cerita anak.
9. Di media cetak mana saja tulisan anda telah terbit?Saya tidak menghitung, tapi ada di beberapa media cetak seperti koran, majalah dan tabloid. Seperti penulis lainnya saya mungkin hanya bisa menuliskan, "dimuat di beberapa koran nasional dan daerah".
Tulisan pertama saya dimuat di tabloid SUPEL yang didirikan oleh Yusrizal KW. Itu ketika saya masih SMA. Saya sempat merasa menjadi 'orang penting' ketika itu, Lama kemudian saya mengenal Yusrizal yang wartawan dan redaktur di sebuah koran di kota Padang.
Dalam dunia kepenulisan yang lebih serius, tulisan saya pertama kali terbit adalah sebuah cerpen yang dimuat di Minggu Pagi, pada bulan-bulan terakhir 2004. Itu tahun-tahun awal saya tinggal dan belajar menulis di Yogyakarta. Setelahnya, seperti penulis karya sastra pada umumnya saya mengirim karya ke banyak media. Itu masa-masa kehidupan mahasiswa yang sok idealis dan belajar hidup mandiri dengan mengandalkan tulisan-tulisan di media.
10. Apa-apa saja judul tulisan anda yang telah terbit, baik dalam bentuk buku maupun melalui media cetak?Untuk media saya tidak menghitung jumlahnya. Setidaknya, di negara yang honor tulisannya tak seberapa tersebut, saya bisa hidup sampai selesai kuliah yang barangkali sekitar 70% hasil dari menulis tersebut. Antologi bersama cerpen dan puisi ada beberapa. Belakangan saya mulai tidak tertarik dengan antologi bersama. Untuk antologi tunggal saya belum punya, dan belum berniat untuk membukukannya.
11. Tulisan anda mengarah ke bnetuk apa? cerpen? puis, esayi atau artikel?Saya tidak menulis banyak gendre. Saya menulis cerpen dan puisi. Beberapa artikel dan esai tapi saya merasa tak berbakat di situ. Termasuk juga soal referensi, tentu saja. Jadi saya memilih fokus di dua itu dulu saja.
12. Bagaimana anda mempertahankan kegemaran menulis ?Saya merasa selalu sedang belajar, sehingga saya terus berlatih untuk menulis. Saya tidak boleh puas dengan satu karya jika ia bisa membutakan saya dan tak bisa menghasilkan lebih baik dari itu. Sebagai penulis saya juga dalam proses belajar. menulis serius yang saya tekuni sejak tahun 2004 sampai kini belumlah menghasilkan sesuatu atau melahirkan karya yang dianggap 'berbeda' dengan zaman saya. Saya masihlah penulis kelas dua, setengah ada setengah tak ada. Tapi itu menjadikan saya terus bersemangat belajar dan menulis.
Hal kedua barangkali kemiskinan. Sebagai orang yang belajar mengatur masalah keuangan sendiri (meski juga dibantu oleh saudara) menulis adalah jalan untuk bertahan hidup. Miskin barangkali mampu memacu semangat menulis saya lebih kuat. Tapi jika ditanyakan pada saya soal ini sekarang, saya jadi malu. Saya sedang tidak menulis.
13.Bagaimana anda memnunculkan ide-ide yang akan anda tulis?Saya merasa tak pernah kehabisan ide. Yang justru sulit adalah menuangkan ide ke dalam tulisan. Saya terutama menulis latar sosial saja sebagai orang Minang. Ada banyak peristiwa yang saya alami, lihat dan dengar yang kemudian saya susun ulang dalam tulisan. Tokoh-tokoh saya seringkali sosok yang nyata. Bisa itu etek, uwan, mak gaek, sepupu, atau tetangga-tetangga saya. Tidak selalu kisah mereka, tapi saya meminjam mereka sebagai tokoh dalam cerita saya.
Selain latar sosial di atas saya juga menulis cerpen-cerpen dengan latar perkotaan, serta gaya cerpen dengan masyarakat kosmopolitan sebagaimana penulis lainnya menuliskan. Tetapi saya cenderung kurang puas dengan itu. Itu bukan saya, dan saya cenderung melupakannya. Saya belum menemukan gaya kepenulisan yang pas.
14. Apabila anda sedang sibuk atau banyak masalah, apakah anda masih menyempatkan diri untuk menulis?Dalam kondisi tertentu iya. Bahkan masalah seringkali membuat saya kreatif. Menulis adalah aktivitas. Tapi ya, saya adalah penulis pemalas yang lebih banyak melamun dari pada bekerja. Bagi saya mood bukanlah alasan utama untuk tak menulis, tetapi saya cenderung melakukannya. Coretan-coretan saya pada kertas soal ide, tema dan jalan cerita membantu saya untuk terus bisa menulis dalam kondisi apa pun. Saya punya banyak buku tulis yang sudah penuh dengan ide, alur, narasi cerita yang sudah jadi karya maupun yang belum saya tuangkan dalam karya. Kesulitannya adalah ketika saya kehialngan emosi dengan tema yang dimaksud.
15. Menulis ini, kegiatan atau pekerjaan keberapa bagi anda? Penting atau tidak?Pada dasarnya yang pertama. Dan selalu ingin jadi yang pertama. Dia amat penting. Dia menghantui pikiran saya setiap waktu. Menulis adalah hal penting bagi saya. Tapi belakangan, sejak tahun 2012 saya malah jarang menulis. Saya merasa tidak bisa hidup tanpa tulisan, dan saya tidak terlalu tergoda menulis narasi lain selain sastra. Setahun belakangan saya nyaris tak menulis. Saya suntuk dengan pekerjaan dan sebenarnya saya tidak ingin meninggalkan dunia-tulis menulis. Saya ingin kembali menulis sebagai pelajar yang baru naik kelas.
Tapi entahlah, sebagai penulis tentu saya harus memilih menulis sebagai karir atau kesenangan. Saya tak bisa menempatkannya sekarang, ini soal waktu. Saya selalu berharap bisa kembali menulis dengan karya yang lebih jernih dan berisi, namun bisa saja saya adalah orang yang benar-benar meninggalkan dunia menulis.
Posisi saya saat ini adalah posisi yang dialami oleh beberapa penulis lainnya, mungkin juga tidak, saat usia nyaris 30 tahun, kau merasa belum sampai di titik yang bagus, kau dihadapkan pada pilihan sulit. Terus menulis, meninggalkan semua hal-hal penting dan wajar, atau memilih meninggalkannya. Untuk bertahan di kedua-duanya, menulis dan bekerja saya belum mampu. tapi saya berusaha. Setidaknya saya mengikuti perkembangan kesasteraan Indonesia, melihat penulis yang terus muncul, keributan, pertaruhan eksistensi dan hiruk-pikuk lainnya. Saya hanya menonton.
Ini adalah hal berat dalam hidup saya belakangan. Saya ingin kembali menulis. Namun saya tidak tahu sejauh apa saya kuat bertahan. Pendeknya saya bisa saja dikenang sebagai penulis karya sastra yang baik, orang yang menulis tapi tidak dikenal, atau sebagai orang yang dulu pernah menulis karya sastra dan di saat ini bukan siapa-siapa. Jika boleh meminta, saya mau yang pertama. Kalau pun akhirnya saya mendapatkan yang terakhir, saya tidak akan melakukan klaim-klaim aneh terhadap dunia sastra. Saya hanya pernah mencoba dan selalu ingin dan berusaha....
Pendidikan formal saya SD N 64 Pasir Koto Taratak dilanjutkan di SMP N 03 Batang Kapas, lalu sempat mengenyam pendidikan STM selama satu tahun tapi tak naik kelas, membuat saya mengaggur dan kembali mengulang dua tahun kemudian di SMU N 1 Batangkapas, dan menamatkannya sekolah di SMU N1 Sutera. Setelah itu, saya pindah ke Yogyakarta.
2. Sejak kapan anda mulai menulis?Jika menulis sebagai kerja asal jadi sepertinya sudah saya mulai dari kecil. Sampai kini pun sebenarnya tetap demikian. Secara tak langsung, saya terpengaruh dengan gaya kakak saya yang menulis beberapa novel ketika ia masih SMP. Waktu saya kelas 4 dan 5 SD saya sudah menulis novel, versi saya, dengan cerita orang dewasa. Saat itu saya juga menulis di beberapa buku kosong-tebal yang diberikan oleh kawan saya waktu SD untuk ditulisi cerita. Waktu SMP juga demikian. Waktu liburan sekolah, teman-teman saya menyodorkan buku tebal untuk saya isi dengan tulisan. Tulisan saya buruk, tetapi kawan-kawan selalu ada yang bisa membacanya. Buku tulisan tangan saya sendiri yang nyaris merupakan semi diary menjadi bacaan bergilir beberapa kawan. Setelah saya STM saya mulai menyadari fungsi dokumentasi sehingga mulai merawat karya-karya tulis tangan saya setelahnya dan tak lagi memberikan buku tulis saya pada siapa pun.
3. Siapa yang memotivasi anda untuk menulis?Pertama, jelas pengaruh tidak langsung dari kakak saya yang juga penulis.
Kedua, bacaan. Saya merasa waktu kecil memiliki referensi yang cukup dibanding kawan-kawan saya sebaya. Saya suka membaca dan selalu punya cara agar bisa mengoleksi majalah anak-anak, komik silat dan komik lokal. Saya nyaris membeli majalah setiap minggu. Majalah tersebut adalah majalah lama yang dijual di pasar kecamatan. Saya sampai bela-belain menjual kopi ke pasar, 'numpang' dengan orang agar bisa sampai di kecamatan untuk membeli majalah. sejauh masa anak-anak saya kebanyakan membaca majalah, dan buku-buku DEPDIKBUD di perpustakaan sekolah yang buku-buku tersebut ditaruh di rumah dinas guru, tidak terawat dan saya boleh membawanya pulang. Selain itu, setiap minggu saya mengumpulkan barang bekas untuk ditukar dengan komik-komik plagiat Tatang S. yang secara mutu dan cerita bukan Tatang S. sekali.
SMP saya mulai membaca majalah remaja dan novel-novel. Fredy S. saya baca pertama kali justru ketika kelas 4 SD. Saya dapatkan dengan sembunyi-sembunyi koleksi kakak saya. ceritanya bagus. Saya masih ingat detailnya. Novel yang dimulai dari halaman 29 sampai 108. Saya penasaram sampai kini dengan ceritanya. Di masa-masa ini saya belajar menulis dengan otodidak dengan bekal buku-buku tulisan tangan kakak saya dan satu kumpulan cerpen Wildan Yatim, Jalur Membenam.
Ketika di STM semangat membaca saya terwadahi. Saya membeli koran dan setiap minggu membeli tabloid-tabloid politik. Saya juga mendatangi taman bacaan dan nyaris menghabiskan waktu dan uang di situ. Kamar kos saya penuh majalah dan koran. Tapi saya belum terbiasa ke toko buku. Saya memilih menghabiskan waktu di taman bacaan saja. membaca cerita remaja, cerita horor lokal, komik silat dan komik Jepang. Lalu sisa waktu saya gunakan menonton bioskop murahan. Saya sampai tidak naik kelas ketika itu. Pertama kalinya dalam hidup.
4. Mengapa anda suka menulis?Saya tak punya media apa pun untuk menyampaikan suara saya.
Saya orang yang penakut, terbiasa sendiri, pemalu dan tidak berani bicara di hadapan orang banyak. Sampai hari ini pun. Saya jarang bisa menyampaikan pendapat secara lisan. Sejak kecil saya juga merasa ada masalah dalam narasi saya ketika bicara. Tetapi saya bukan orang yang a sosial. Hanya saya sukar berhadapan dengan lingkungan baru, orang baru dan saya tidak suka orang banyak. Mungkin saya punya gejala autis kali ya.
Saya merasa tulisan mampu menampung imajinasi saya ketimbang tutur lisan saya. Dibanding teman-teman saya nyaris tak bisa mengasai ruang dan forum macam apa pun, termasuk juga dalam pergaulan sehari-hari. Secara pribadi saya juga tak menyukainya. Karena merasa sulit menyampaikan pendapat, maka saya memilih menulis. Namun itu semua bukanlah alasan saya mengapa saya kemudian menulis. Saya tiba-tiba menulis, tanpa saya niatkan saya akan jadi penulis atau sekedar ingin menulis. Itu kebiasaan saja. sejak kecil buku-buku tulis saya sebagian halaman belakang penuh coretan, gambar dan puisi. Sejak STM dan masa-masa menganggur saya menyediakan satu buku khusus untuk menampung tulisan saya di sebuah jurnal yang saya beri nama TERATAI. Sampai saya lulus SMU TERATAI saya sudah mencapai edisi 12.
Alasan yang masuk akal kenapa saya menulis adalah tekanan barangkali. Saya pernah mengalami masa di mana saya merasa di bully. Tulisan adalah media saya berbicara. Saya punya masa di mana saya tak bisa mengeluarkan pendapat apa pun, tulisan saya menjadi wadah kejujuran saya. Juga di saat-saat saya jatuh cinta tentu saja...
5. Apa tujuan anda dalam menulis?Saya nyaris tidak punya tujuan apa-apa. Saya menulis karena saya melihat peristiwa, tetapi juga bisa karena semata-mata imajinasi. Saya tidak bisa membayangkan visual dengan baik, maka saya sering membayangkan peristiwa yang ada di sekitar saya untuk menjadi karakter dalam cerpen saya. Sementara untuk puisi, saya merasa lebih personal dan kadang terkesan heroik karena saya merasa puisi adalah bagian keterwakilan dari diri saya melihat semesta.
Saya tak sepenuhnya tahu, sampai kini pun, apa tujuan saya menulis sebenarnya. Tetapi saya menulis jelas bukan tanpa tujuan.
6. Untuk siapa anda menulis?Tidak untuk siapa-siapa. Saya lebih banyak mencatat. Ini soal kebiasaan. Saya sudah menulis diari sejak SD. Saya merasa menulis juga bagian dari diari karena saya sukar mengingat peristiwa dan waktu dengan tepat.
Beberapa tulisan saya memang memiliki 'tujuan tertentu'. Tidak selalu, tetapi ada. Saya juga tidak tahu untuk siapa saya menulis. Pada masa-masa kehidupan di Yogya mungkin karena tanggung jawab terhadap perut, kali ya. Tapi saya rasa tidak seheroik itu juga.
7. Bagaimana proses anda menulis (lebih mengarah ke proses kreatif)?Jika ini dibahasakan dengan spesifik, maka saya katakan saya adalah penulis yang payah dan pemalas. Saya selalu menulis di kertas dan buku-buku sebelum saya mengetik tulisan-tulisan saya. Ini tentu soal proses kreatif saya yang sekarang. Terutama untuk puisi, saya menulis bait puisi di atas kertas, merevisi beberapa kali sebelum mengetiknya di komputer. Menulis puisi saat ini adalah proses yang melelahkan, karena mengetik adalah sekaligus proses revisi, belum lagi setelahnya saya harus membaca ulang.
Sekali lagi, ini juga agak sukar dijelaskan.
8. Tulisan apa yang pertama kali anda tulis?Beberapa kutipan lagu, kata-kata mutiara, kalimat sok puitis di buku tulis. Tulisan panjang ya ketika SD itu novel saya tersebut. Sekarang sudah tak ada dokumentasinya. Masih sangat buruk, karena saya terpengaruh cerita-cerita di buku dewasa. Jadi saya nyaris tak pernah menulis cerita anak.
9. Di media cetak mana saja tulisan anda telah terbit?Saya tidak menghitung, tapi ada di beberapa media cetak seperti koran, majalah dan tabloid. Seperti penulis lainnya saya mungkin hanya bisa menuliskan, "dimuat di beberapa koran nasional dan daerah".
Tulisan pertama saya dimuat di tabloid SUPEL yang didirikan oleh Yusrizal KW. Itu ketika saya masih SMA. Saya sempat merasa menjadi 'orang penting' ketika itu, Lama kemudian saya mengenal Yusrizal yang wartawan dan redaktur di sebuah koran di kota Padang.
Dalam dunia kepenulisan yang lebih serius, tulisan saya pertama kali terbit adalah sebuah cerpen yang dimuat di Minggu Pagi, pada bulan-bulan terakhir 2004. Itu tahun-tahun awal saya tinggal dan belajar menulis di Yogyakarta. Setelahnya, seperti penulis karya sastra pada umumnya saya mengirim karya ke banyak media. Itu masa-masa kehidupan mahasiswa yang sok idealis dan belajar hidup mandiri dengan mengandalkan tulisan-tulisan di media.
10. Apa-apa saja judul tulisan anda yang telah terbit, baik dalam bentuk buku maupun melalui media cetak?Untuk media saya tidak menghitung jumlahnya. Setidaknya, di negara yang honor tulisannya tak seberapa tersebut, saya bisa hidup sampai selesai kuliah yang barangkali sekitar 70% hasil dari menulis tersebut. Antologi bersama cerpen dan puisi ada beberapa. Belakangan saya mulai tidak tertarik dengan antologi bersama. Untuk antologi tunggal saya belum punya, dan belum berniat untuk membukukannya.
11. Tulisan anda mengarah ke bnetuk apa? cerpen? puis, esayi atau artikel?Saya tidak menulis banyak gendre. Saya menulis cerpen dan puisi. Beberapa artikel dan esai tapi saya merasa tak berbakat di situ. Termasuk juga soal referensi, tentu saja. Jadi saya memilih fokus di dua itu dulu saja.
12. Bagaimana anda mempertahankan kegemaran menulis ?Saya merasa selalu sedang belajar, sehingga saya terus berlatih untuk menulis. Saya tidak boleh puas dengan satu karya jika ia bisa membutakan saya dan tak bisa menghasilkan lebih baik dari itu. Sebagai penulis saya juga dalam proses belajar. menulis serius yang saya tekuni sejak tahun 2004 sampai kini belumlah menghasilkan sesuatu atau melahirkan karya yang dianggap 'berbeda' dengan zaman saya. Saya masihlah penulis kelas dua, setengah ada setengah tak ada. Tapi itu menjadikan saya terus bersemangat belajar dan menulis.
Hal kedua barangkali kemiskinan. Sebagai orang yang belajar mengatur masalah keuangan sendiri (meski juga dibantu oleh saudara) menulis adalah jalan untuk bertahan hidup. Miskin barangkali mampu memacu semangat menulis saya lebih kuat. Tapi jika ditanyakan pada saya soal ini sekarang, saya jadi malu. Saya sedang tidak menulis.
13.Bagaimana anda memnunculkan ide-ide yang akan anda tulis?Saya merasa tak pernah kehabisan ide. Yang justru sulit adalah menuangkan ide ke dalam tulisan. Saya terutama menulis latar sosial saja sebagai orang Minang. Ada banyak peristiwa yang saya alami, lihat dan dengar yang kemudian saya susun ulang dalam tulisan. Tokoh-tokoh saya seringkali sosok yang nyata. Bisa itu etek, uwan, mak gaek, sepupu, atau tetangga-tetangga saya. Tidak selalu kisah mereka, tapi saya meminjam mereka sebagai tokoh dalam cerita saya.
Selain latar sosial di atas saya juga menulis cerpen-cerpen dengan latar perkotaan, serta gaya cerpen dengan masyarakat kosmopolitan sebagaimana penulis lainnya menuliskan. Tetapi saya cenderung kurang puas dengan itu. Itu bukan saya, dan saya cenderung melupakannya. Saya belum menemukan gaya kepenulisan yang pas.
14. Apabila anda sedang sibuk atau banyak masalah, apakah anda masih menyempatkan diri untuk menulis?Dalam kondisi tertentu iya. Bahkan masalah seringkali membuat saya kreatif. Menulis adalah aktivitas. Tapi ya, saya adalah penulis pemalas yang lebih banyak melamun dari pada bekerja. Bagi saya mood bukanlah alasan utama untuk tak menulis, tetapi saya cenderung melakukannya. Coretan-coretan saya pada kertas soal ide, tema dan jalan cerita membantu saya untuk terus bisa menulis dalam kondisi apa pun. Saya punya banyak buku tulis yang sudah penuh dengan ide, alur, narasi cerita yang sudah jadi karya maupun yang belum saya tuangkan dalam karya. Kesulitannya adalah ketika saya kehialngan emosi dengan tema yang dimaksud.
15. Menulis ini, kegiatan atau pekerjaan keberapa bagi anda? Penting atau tidak?Pada dasarnya yang pertama. Dan selalu ingin jadi yang pertama. Dia amat penting. Dia menghantui pikiran saya setiap waktu. Menulis adalah hal penting bagi saya. Tapi belakangan, sejak tahun 2012 saya malah jarang menulis. Saya merasa tidak bisa hidup tanpa tulisan, dan saya tidak terlalu tergoda menulis narasi lain selain sastra. Setahun belakangan saya nyaris tak menulis. Saya suntuk dengan pekerjaan dan sebenarnya saya tidak ingin meninggalkan dunia-tulis menulis. Saya ingin kembali menulis sebagai pelajar yang baru naik kelas.
Tapi entahlah, sebagai penulis tentu saya harus memilih menulis sebagai karir atau kesenangan. Saya tak bisa menempatkannya sekarang, ini soal waktu. Saya selalu berharap bisa kembali menulis dengan karya yang lebih jernih dan berisi, namun bisa saja saya adalah orang yang benar-benar meninggalkan dunia menulis.
Posisi saya saat ini adalah posisi yang dialami oleh beberapa penulis lainnya, mungkin juga tidak, saat usia nyaris 30 tahun, kau merasa belum sampai di titik yang bagus, kau dihadapkan pada pilihan sulit. Terus menulis, meninggalkan semua hal-hal penting dan wajar, atau memilih meninggalkannya. Untuk bertahan di kedua-duanya, menulis dan bekerja saya belum mampu. tapi saya berusaha. Setidaknya saya mengikuti perkembangan kesasteraan Indonesia, melihat penulis yang terus muncul, keributan, pertaruhan eksistensi dan hiruk-pikuk lainnya. Saya hanya menonton.
Ini adalah hal berat dalam hidup saya belakangan. Saya ingin kembali menulis. Namun saya tidak tahu sejauh apa saya kuat bertahan. Pendeknya saya bisa saja dikenang sebagai penulis karya sastra yang baik, orang yang menulis tapi tidak dikenal, atau sebagai orang yang dulu pernah menulis karya sastra dan di saat ini bukan siapa-siapa. Jika boleh meminta, saya mau yang pertama. Kalau pun akhirnya saya mendapatkan yang terakhir, saya tidak akan melakukan klaim-klaim aneh terhadap dunia sastra. Saya hanya pernah mencoba dan selalu ingin dan berusaha....
Yogyakarta, 7/10 Maret 2013
4 komentar:
repot juga ya, di satu sisi ingin terus menulis di sisi lain kegiatan lain lebih menuntut.
aku juga sudah lama tidak menulis, sudah 2 tahun. padahal sebenarnya selalu ingin menulis lagi sih.
jawaban no 15 mewakili kondisiku juga koto.
demikianlah mbak. Ternyata selain masa SMA masa2 kuliah membuat kita terlihat sangat gagah ya? :-)
haha.. iya, kira2 begitu :)
kita belajar menulis lagi yuk... :-)
Posting Komentar