Hari jumat adalah hari di mana saya seringkali menjadi pembohong. Dalam kebohongan di hari jum'at saya seringkali menyertakan Tuhan di dalamnya.
Ada satu hal yang saya tak pernah lupa hingga saat ini: Laki-laki muslim, jika 3 kali ia tidak melaksanakan shalat jum'at maka dia keluar dari islam. Begitu kira-kira ingatan dasar saya mengenai kepercayaan sederhana yang membuat saya sering berbohong ini. Saya tidak tahu kapan, di mana dan siapa yang mengucapkan itu hingga tertempel betul di kepala dan ingatan saya. Saya kira itu sebuah hadist yang tentu bahasa dan narasinya akan berbeda. karena ini bukan kutbah jum'at dan saya bukanlah orang yang paham soal agama, sebaiknya kita tak perlu memperdebatkan yang di atas tersebut.
kebohongan saya di hari jum'at adalah perkara sholat jum'at.
Iman itu memang seperti ombak. Sesekali ia meluap ke daratan, sebentar saja, jejaknya hilang di satu matahari. Ini iman saya, bukan iman orang lain. Seringkali saya merasa arus iman dangkal dan tak mampu menenggelamkan saya ke dalam keluasannya. Saya orang yang begitu mebginjak masa dewasa menjadi kehilangan semangat beribadah. Dalam hati kecil, saya selalu percaya, kelak saya akan kembali ke jalan itu, di mana saya tak cukup berjalan menuju Tuhan, tetapi juga mungkin berlari. Saya berharap, Tuhan juga berlari menghampiri saya.
Lagi-lagi ini satu alasan, di mana saya, dan mungkin ada orang lain yang merasa, sementara cukuplah mengisi iman di dalam hati. Tuhan selalu hidup di bathin kok. Meski saya percaya ibadah bukanlah semata perkara mengingat, toh jawaban tersebut mampu meredakan gulana saya. begitu terus-menerus. Seakan Tuhan bisa saya tipu dengan alasan-alasan klasik semacam ini. Mungkin nanti di neraka saya akan ditempatkan dengan banyak orang untuk dosa yang satu ini.
Kembali ke hari jum'at. Sekuat apa pun keinginan saya untuk melaksanakan shalat jum'at tetap saja waktu menjelang tiba, tanduk selalu muncul di kepala saya. Saya tak percaya ini semata-mata godaan setan. Sayalah yang menggoda diri saya sendiri, "Ah, kan belum tiga kali.." Maka terasa lucu sekali saya beragam jika sekedar membebaskan diri dari 'murtad' saya harus jum'atan tiga minggu sekali.
Jadwal tidur saya yang tidak teratur, membuat beberapa orang repot karenanya, membuat kebohongan saya menjadi lebih lancar. Jum'at siang selalu saja menjadi waktu yang nyaman untuk terus tidur, pura-pura tak mendengarkan adzan berkumandang. Mata tetap tertutup, sebisanya fokus pada rasa kantuk dan berpikir, "Tuhan pasti mengerti, saya capek sekali."
Astaga betapa keterlaluannya saya, yang berbohong, berbura-pura tuli, dan melibatkan Tuhan dalam perkara ini. Tiap kali saya lancar melakukan kebohongan ini, saya melakukan kebohongan lain: "Minggu depan deh, jum'atan lagi." Siapa yang bisa menjamin jika saya yang sekarang adalah saya yang juga masih yang jum'at lalu barbaring dengan tak nyaman di antara gemuruh kutbah. Bahkan saya tak yakin, siang ini saya akan melaksanakan shalat jum'at sebagaimana orang muslim lainnya, mengingat ini baru minggu ke dua saya tak juma'tan. Nah, saya mulai beralasan lagi kan?
1 komentar:
Mampir sejenak pak.. hehe
Sugeng pagi, selamat enjing
Posting Komentar