Jenis Film : Animation | Comedy | Drama
Diperankan Oleh : Jean-Claude Donda, Eilidh Rankin and Duncan MacNeil
Secara umum beginilah seharusnya saya bercerita tentang film The Illusionist yang dalam bahasa Aslinya di Belgia sana judul aslinya adalah: L’ILLUSIONNIST. resensi ini saya curi di downloadfilm.com. Yang saya kutip adalah yang bertanda miring.
Pertemuan
antara The Illusionist (Jean-Claude Donda) dan Alice (Eilidh Rankin)
memang tak pernah direncanakan. Namun pertemuan ini juga yang telah
mengubah hidup Sang Ilusionis yang semula sudah tak berarti lagi. Sejak
bertemu Alice pula Sang Ilusionis seolah kembali menemukan makna
hidupnya.
Dunia entertainment memang
sudah bukan milik The Illusionist lagi. Sejak band rock bermunculan,
dunia hiburan seolah bergeser dan sulap tak lagi jadi pertunjukan yang
mampu memukau penonton. Pelan namun pasti Sang ilusionis kehilangan
pekerjaannya. Ia tak lagi jadi seorang superstar. Di saat mengalami
krisis inilah ia bertemu Alice yang kemudian menjadi putri angkatnya.
Saat
melihat Sang Ilusionis sedang beraksi, Alice seketika terpesona. Ia
mengira apa yang dilakukan pria asal Perancis ini benar-benar nyata.
Alice bahkan tak ragu-ragu meninggalkan rumahnya di Skotlandia untuk
mengikuti The Illusionist yang pulang ke Perancis. Tak perlu waktu lama
buat mereka berdua untuk mulai saling akrab, meskipun mereka tak saling
memahami bahasa yang mereka gunakan.
The Illusionist,
sebuah film yang lembut dengan teknik kartun ala Eropa, yang halus,
detail tapi tak terkesan rumit. Gadis-garis yang jelas ditambah warna
cat air yang sendu, menjadikan film yang nyaris tanpa dialog ini
berjalan dengan manis. Seperti gaya pilem Prancis umumnya, pilem
mengalir dengan pelan dan seperti tidak dibuat-buat.
Sepanjang pilem
kita disuguhi musik lembut mengiring lelaki tua, pemain sulap yang berkeliling
dari satu tempat ke tempat lain, dengan penonton yang terus dan semakin sepi.
Dia bermain sulap tidak semata-mata untuk hidup. Dia seorang yang total dengan
apa yang digelutinya. Dia tidak mencari uang. Ia seperti ditakdirkan jadi
pesulap, berkeliling, menghibur orang dan tak pernah berniat berhenti
melakukannya. Ia sendirian. Tidur di penginapan murah ke penginapan murah. Uang
pertunjukan habis untuk kebutuhan sehari-hari dan bekal untuk perjalanan
berikutnya.
Sang Illusionist berjalan dari satu panggung ke panggung lain.
Dari satu penolakan ia berhadapan dengan penolakan yang lain. Diacuhkan, tidak
diperhatikan, bahkan ia bermain nyaris tanpa penonton. Dan ia melakukannya semua
dengan total. Setotal kawan-kawan senasibnya: badut yang kesepian dan berniat
bunuh diri, di pemain boneka tangan dengan suara perut yang lebih dramatis,
menjual boneka tangannya, tanpa ada yang mau membeli, dan hidup dari jalan ke
jalan. Si pemain sulap kita tak ingin demikian. Dunianya adalah dunia sulap, ia
harus hidup dengan itu.
Cerita diwarnai dengan kagumnya
seorang gadis di sebuah penginapan pada aksi panggung tokoh kita, sehingga si
gadis diam-diam mengikutinya. Dia merasa punya teman dan membelikan apa pun
yang diinginkan si gadis yang menganggap semua keajaiban itu bisa keluar dari
tangan si pesulap idolanya.
Alur peristiwa ini sebenarnya agak
pendek. Fokusnya di sebuah kota kecil di lereng bukit, entah di Yunani, Wina,
Inggris, Irlandia, Prancis, Swiss, Atau apa pun. pada akhirnya, si pesulap kita
yang sendirian melepaskan satu-satu yang dimilikinya dan melanjutkan hidup dari
satu kota ke kota lain, melanjutkan karier dari satu pertunjukan ke pertunjukan
lain.
The Illisionis berjalan dengan narasi sangat
lembut dan terasa dekat dengan kita. Profesi yang nyaris tak diminati, seperti
penjual obat di pasar kecamatan, seperti tukang foto di pusat wisata, seperti
penjual mainan anak-anak di perayaan kecil. Ah, dunia bergerak, yang lama
ditinggalkan, yang pernah jaya terabaikan.
Silahkan simak:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar