Dari Tengah Kampung
aku
mendengar suara tangisan dari kubur leluhur
yang
sebentar lagi mungkin digusur
tanah
kami gembur, bergetar oleh derit roda truk
tengah
malam dan dinihari, membawa apa yang kami tanam,
apa
yang keringat kami keluarkan, jauh ke pusat keramaian.
dari
sisa tanah yang kami pertahankan,
di
antara banjir dan desakan pemerintah,
kami
menanam anak-anak pada deru-lengking perjalanan.
aku mendengar jeritan hantu-hantu yang mengutuk dirinya sendiri
aku mendengar jeritan hantu-hantu yang mengutuk dirinya sendiri
membiarkan
anak-cucunya memilih takdir buruk masa muda.
membenci
pantai indah dan bukit yang menggoda, membawa kami
satu-satu
dalam peluk-cium bagai malam pertama.
satu
persatu menuju pelaminan, oleh kehendak atau lantaran perut
yang
kian besar. kami meninggalkan bangku sekolah
dengan
banyak tugasnya menuju rencana sia-sia;
mengurus
anak, suami yang malas pulang,
nasib
malang terus berulang, ombak hanya sekedar berdebur
dan
ladang hanya sekedar dijelang.
kawan-kawan kami mengutuk
kebosanan
dengan menciptakan kebosanan lain.
main
kawin-kawinan dan meninggalkan jejak anak di tiap kampung.
di
televisi kami melihat hidup seindah orgen tunggal, goyangan penyanyi,
dan
pemuda pemberani menyenggol dengan mulut bau alkohol.
keringatnya
yang ladang dan asin laut menggarap habis masa depan.
aku
mendengar kemarahan dari dalam tubuh kami.
kemarahan
yang diam-diam meluncur dari dalam diri kami,
di
tengah malam, di kampung yang tidur tanpa pernah
benar-benar
tidur. kami tidur dengan jendela tertutup rapat,
merahasiakan
seluruhnya seperti hidup yang tak derduga.
kami
yang berbaring di tengah kampung, dan kudengar
seperti
sebuah suara dari dalam kubur.
aku
mendengar kami berteriak di dalam diam, di dalam tidur,
dalam
ketidaksadaran.
#melankolia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar