Aku merasa aneh
saja ketika punya bayangan gimana kalau tiba-tiba aku punya mobil? Sampai hari
ini aku tak punya keinginan bisa memilikinya. Kalau misalnya suatu ketika aku
lagi jalan tiba-tiba dikasih dan disuruh membawa mobil oleh malaikat berwajah
manusia aku pasti bakal nangis-nangis gimana caranya agar aku bisa terima
mentahnya saja. Apa sebab? Pertama, aku tidak bisa nyetir. Jadi tak mungkinlah
aku bisa bawa mobilnya pulang, dodol. Kedua, aku gak mau si Arek Njomplang item
dan jelek datang ke tempatku sambil senyum-senyum. Aku betul-betul merasa
dihina kalau sudah begitu. Ia seperti meledek aku yang imut ini sebenarnya
ompong.
Rasanya
ngomongin si Arek Njomplang ini tak ada habisnya. Dia orang yang paling ajaib
sedunia. Penyuka dan rela mati demi dangdut koplo. Dia orang yang penuh kejutan
dan hanya bisa menangis kalau sudah benar-benar sendiri.
Tapi mungkin
lebih baik aku membicarakan mobil saja. Aku tak bisa menyetir mobil. Kalau ada
yang ngasih saya mobil cuma-cuma itu sama saja meledek dan menghina saya, yang
pasti tak bakal mampu membelinya. Selain itu saya suka mabuk kalau di kendaraan
pribadi macam itu. Sumuk. Saya tak suka. Jadi saya berpikir saya tak ingin
punya mobil, tak bisa nyetir, gak bisa beli, takut selalu kehabisan mobil,
ditambah pula tak kuat lama-lama di dalamnya. Aku juga tak ingin merepotkan si
Fahmi dengan urusan teknis. Minta diantar ke sana ke mari yang tentu dia dengan rela hati
melakukannya.
Mobil itu mengeluarkan
asap yang bisa merusak alam semesta, bikin macet, bikin sebel pejalan kaki,
bikin iri pengendara motor kalau hujan. Mobil itu seperti identitas, sebuah
status. AKu tidak suka dengan stratifikasi sosial macam begini. Masa saya harus
menulis buku seperti Marx dan bagaimana menyelamatkan “kita”, kelas sosial tak
bermobil dari godaan kapitalisme dan senyum manis si Arek Njomplang.
Aku lebih suka
tak punya mobil ketimbang kehilangan si Arek Njomplang. Namun begitu aku
tergoda juga bisa memiliki kawan yang bermobil duh, betapa borjuisnya daku.
***
“Lingkungan kita
ini benar-benar tidak meningkat,” kataku pada Mahwi ketika kami main ke
Wonosobo, ke rumah Ucup. “Masa kita tak punya teman yang bermobil.”
Mahwi
tertawa-tawa lalu mulai berpikir keras menolak logikaku. Ucup mesem-mesem.
“Ada, mas Ismet, Mas Joni,
Kang Aguk…”
“Maksudku kawan
yang setiap sore ngajak nongkrong pake mobil gitu..”
“Ada, ada.” Ucap Mahwi
cepat. “Arek Njomplang.”
Sialan, dia
lagi. “Tapi diakan cuma hobby nyetir.”
“Kita doakan
saja supaya dia cepat punya mobil dan ngajak kita jalan-jalan.”
Kali ini Ucup
tertawa-tawa, aku yang mesem-mesem.
Semoga saja.
Amin!
“Mari berdoa
agar kita punya teman yang mengajak kita jalan-jalan pake mobil dan teman kita
si Arek Njomplang segera punya mobil,” saran Ucup dengan suara yang tenang.
“Kita mulai dengan sholawat bersama-sama..”
***
Sepertinya Tuhan
mendengarkan kami. Ketika aku ikut ke Surabaya
menemani Ucup diskusi buku Mimpi Rasulnya bersama Mahwi, kami akhirnya bisa
melihat kota
dengan jalannya yang padat tetapi teratur itu. Tak hanya sekedar bertemu Mardi
Luhung, naik kereta bersama Mashuri, bertemu Alex Subandi, Imam Muhtarom dan
jalan di UNAIR. Ini ajaib, kami ternyata punya teman yang bermobil dan mengajak
kami jalan-jalan naik mobilnya. Dia Gita Pratama, bidadari berhati teduh yang sengaja
diturunkan Tuhan di bumi pelabuhan nan panas itu. Utang saya pun lunas padanya.
Sepanjang hari
kami diajak berkeliling bersama Diana AV Sasa dan Wina Bojonegoro disopiri Cak
Bagus yang selalu ceria. Keliling kota, ke rumah Hos Cokroaminoto, ke Museum
Sampoerna, lewat Jembatan Merah hingga menyeberang jembatan Suramadu dan
singgah di Madura, makan martabak di Bangkalan, di rumah Dani yang mengurus
Azzura Education Center. Madura men. Mampus kali ini si Irwan Bajang yang
kemarin nyebrang Suramadu dibonceng Edy Firmansyah dan dengan bangga
mengipas-ngipaskan tiket penyeberangan yang tiga rebu itu. Dendamku terbalaskan
sudah. Keinginan balas dendamku yang mulia ini diridhoi oleh Mbak Sasa, Gita,
Nawi dan semoga saja Gus Muh.
Bukan, bukan,
ini bukan mau pamer. Jika saja doaku naik diajak teman, jalan naik mobil,
barangkali keinginan kami yang lain bisa terkabulkan. Jika kami hanya berharap
suatu kali diajak teman naik mobil kami telah mendapat lebih, mutar-mutar kota, ke Madura, ditutup
dengan karaokean. Sungguh sebuah berkah saya bisa melihat aksi panggung nan
heboh persembahan biduan Surabaya terkini yaitu Gita Sahara, Wina Anjela, Diana
Sastra, ditemani Ucup ‘Sodiq’, dan Cak Mahwi. Bukannya mengingat suara emas
Yetti A KA, Pranita Dewi dan Ira Wangsa, aku justru teringat Arek Njomplang.
Aku rindu dia, lebih dari sekedar mengetahui referensi terbarunya mengenai
dangdut koplo, tapi kerinduan sepenuh doa: jika doa kami terkabulkan bisa diajak
teman naik mobil, siapa tahu si Arek Njomplang segera bisa punya mobil.
“Amiiinnn…”
Mahwi dan Ucup menjawab bersamaan.
Aku senang.
Irwan Bajang tumbang sudah. Utan lunas. Doa terkabulkan.
“Mari kata tutup
dengan Sholawat dan berdoa untuk kawan Arek Njomplang…” ucap Ucup lamat-lamat. Alhamdulillah ya, semoga jadi sesuatu.
Surabaya, 1 Oktober 2011
7 komentar:
hahahahahaha..... mana buktinya? kalau di pengadilan, meskipun ada saksi tapi nggak ada bukti, itu sama aja bohong. buktikan dengan tiket, foto dan saksi. :))
1. Ini link bloggku http://filmbuku.wordpress.com/
2. Akibat dari itu semua nampaknya bakalan terlambat ke Mojokerto. Jam segini kalian belum bangun(sudah 3 x dibangunin)
3. Tugas ke3:siapkan buku2 buat Azzura
Wah.. masih ada yang nantangin minta bukti tuh. tunjukkann koto. kamu bisaa...
Allhamdulilah yaa... sesuatu. wkwkwkwkwkkw.....
BTW kata siapa utang lunas, janji ngajak keliling negeri pertiwi belum. hahahahaha....
mas, saya juga ndak punya mobil og. etapi saya bisa nyetir ding. wakakka wakkaka wakkaka wkawkakkakka
punya mobil atau tidak punya mobil tetap saja macet...
salam lah buat si pecinta koplo, arek njomplang.
saranku: nggak usah py mobil deh, sepeda aja atau kuda. sekian.
Remaja Muda Belia: Terimalah kenyataan itu nak...
Filmbuku: saia sudah baca itu resensi yang luar biasa. saia nyaris menangis karenanya.
CrystalistGITA: Nyang begitu gak usah diladeni deh. Hehehe.. Masih ada utang? Boleh tuh.. hehehe
Nona Senja: Dulu aku selalu percaya filosofi begini, "kau akan bisa menguasai apa pun yang kau miliki". Bisakah itu berlaku pada saya?
Guru: Mari kita bersalawat... Macet, hmm.. ide menarik untuk edisi berikutnya tuh..
Maya: soal Koplo, ane punya rencana akan menulis tentang itu. tentu narasumbernya Arek Njomplang. Tulisan ini baru prolog mengenai dia kok.
Posting Komentar