22 Sep 2007

lebaran ini aku akan pulang

"Coba kalau kejadian gempa itu sebelum anda daftar ulang, tentu bisa cuti semester dulu..." demikian Bu Dekan saya berkata dalam ruangannya yang dingin, sebuah ruang baru di lantai dua yag sepi. sesepi fakultasku yang baru.

begitulah, tanpa niatan apa-apa bencana datang. tak ada yang meminta kapan dia ada dan kapan ia pergi, bu dekan. itu yang hendak saya katakan. tetapi kerongkongan saya kering, bukan lantaran saya selalu tak bisa tanpa air, bukan pula lantaran asaya sedang berpuasa, tetapi lebih pada rasa 'entah' yang tiba-tiba ada di dada saya.

"Sabar ya, indrian..." kata Dosen perempuan saya yang selalu memberikan semangat kepada saya dalam hal apa pun. Bu Sulistyaningsih namanya.
dialah yang repot-repot menghubungi bu dekan, sibuk mengotak saya, memberitahukan 'kondisi'ku ke banyak orang.

Kisah ini bermula dari sebuah rencana bahwa lebaran ini aku akan pulang. tidak ada hubungannya dengan gempa di Bengkulu, pada mulanya. tidak pula ada hubungannya dengan rumahku yang ikut rubuh di Surantih, Pesisir Slatan Sumatera Barat sana. sumpah! tetapi kemudian dada saya berdebar. duhai, kepulangan macam apakah yang kelak saya temukan untuk perjalanan pertama ini?

Saya ingin pulang lebih awal. saya ingin merasakan kondisi apa yang dialami oleh keluargaku dan orang-orang kampunku yang diteror oleh guncangan sejak dua setengah tahun yang lalu. Desember 2005 gempa Aceh berdampak juga di sana, sejak itu -sebenarnya sudah lama kampungku dihajar gempa bumi berkepanjangan- mereka di kampung punya reverensi baru tentang bencana, tsunami. dan setiap kali gempa datang, pilihans atu-satunya adalah lari ke gunung yang berada di belakang kampung, yang dipisahkan persawahan luas dan kampung lampanjang. dan di depan kami, laut menantang.

"Ayolah Ton, pulang sekarang saja. dulu waktu di Yogya gempa, kita semua libur dan tak ada ujian akhir. nah, kebetulan saja kampungmu kena gempa dan kenapa pula kau persoalkan ujian Mid semester itu. santai sajalah." Kata Iswandi Syahputra, dosenku yang lain. dia selkarang mengajar di kelasku, mengajar Tekhnologi Informasi yang berhadapan dnegan dunia massa. dia mengajarkan soal gelombang dan getaran. dan saya mengingat dulu waktus aya duduk di kelas Elektronika selama setahun di SMK N 5 Padang. sampaoi sekarang aku amsih saja uta warna, sulit menghitung besaran resistor,seperti saya tak kunjung mengerti memperbaiki tape hadiah di kamar saya.

saya bersepakat. Saya mengumpulkan beberapaa masukan itu. Pak Musa, yang mengurusi kami Angkatan Tua di jurusan sosiologi ini menyuruh saya menghadap ibu dekan untuk hal-hal teknis semacam permohonan izin dans ebagainya.

"Tidak ada ongkos pulang? semoga kampus bisa membantunya." kata bu Sulis setengah meyakinkan saya,s etengah meyakinkan dirinya.

Pak Muchtar lain lagi. "Kau uruslah beasiswa Ton, aklau memang rumahmu ancur."

aih.aih. yangs aya butuhkan sekarang ahnyalah izin, semacam bentuk partisipasi yang jauh lebih besar dari rencana pinaman itu, bu dekan.

saat inis aya masih menunggu hasil keputusan, apakah saya akan mendapat izin dengan konsekwensi nilai saya tidak kosong begitu saja, atau pergi tanpa pamit. esekali saya ingin menajdi orang baik. maka saya berelah hati menunggu inis emua.

inilah wajah baru yang saya kenal setelah nyaris tiga tahun saya di kampus ini. wajah bu Sulis yang lebih sebagai seorang kakak yang tergopoh-gopoh tanpa mengesankan dia seorang Dosen, atau pak iswandi P yang tiba-tiba menjadi sosok teman yang asyik, Pak Muhtar yang sangat kebapakan, PAk saripuddin Jordi yang terlihat ramah dnegan senyum kecilnya dan obrolan soal Jurnal Sosiologi perspektifnya, Pak Musa yang dingin dan sesekali melempar guyon yang konyol, bu dekan yang agak kaku dan terlihat resmi tetapi baik hati, pak.. u.. ah, saya tiba-tiba mulai merasa mencintai kampus saya.

begitulah. tetapi...

"Aduh pak. sory. aku baru tahu kalau kau dari tempat bencana itu. saya lupa. maaf. kau pulang kapan? ah, saya akan merapatkannya dengan hima. bu sulis barus aja memberi tahu saya." Khafi ketua BeM saya tiba-tiba berkata.

rasanya semangkin lengkap diri saya kini, meski kemiskinan tak mau pergi. maka, Mak.. Bak.. aku ingins egera memeluk kalian. lihat di sini, adawajah-wajah kasih yang akan menjadikan aku kelak 'orang baik' dan sedikit santun.

ramadhan ini, aku ingin segera ada di rumah, di antara cahaya lilin dan suara sumbang imam di masjid yangs emoga tidak ikut roboh. saya ingin keluar subuh ini, menyaksikan orang-orang keluar rumah 'asmara subuh' di depan rumah. saya ingin.. ah, masihkah rumah nanti amsih bisa saya sebut rumah.

satu saja, tolong jangan suruh saya ceramah di masjid sebelum taraweh jika saya sampai di rumah. itu saja.


Tidak ada komentar: