7 Nov 2013

Kamisan 7: Dari Tengah Kampung


 

Dari Tengah Kampung

aku mendengar suara tangisan dari kubur leluhur
yang sebentar lagi mungkin digusur
tanah kami gembur, bergetar oleh derit roda truk
tengah malam dan dinihari, membawa apa yang kami tanam,
apa yang keringat kami keluarkan, jauh ke pusat keramaian.
dari sisa tanah yang kami pertahankan,
di antara banjir dan desakan pemerintah,
kami menanam anak-anak pada deru-lengking perjalanan.

aku mendengar jeritan hantu-hantu yang mengutuk dirinya sendiri
membiarkan anak-cucunya memilih takdir buruk masa muda.
membenci pantai indah dan bukit yang menggoda, membawa kami
satu-satu dalam peluk-cium bagai malam pertama.
satu persatu menuju pelaminan, oleh kehendak atau lantaran perut
yang kian besar. kami meninggalkan bangku sekolah
dengan banyak tugasnya menuju rencana sia-sia;
mengurus anak, suami yang malas pulang,
nasib malang terus berulang, ombak hanya sekedar berdebur
dan ladang hanya sekedar dijelang.  kawan-kawan kami mengutuk
kebosanan dengan menciptakan kebosanan lain.
main kawin-kawinan dan meninggalkan jejak anak di tiap kampung.
di televisi kami melihat hidup seindah orgen tunggal, goyangan penyanyi,
dan pemuda pemberani menyenggol dengan mulut bau alkohol.
keringatnya yang ladang dan asin laut menggarap habis masa depan.

aku mendengar kemarahan dari dalam tubuh kami.
kemarahan yang diam-diam meluncur dari dalam diri kami,
di tengah malam, di kampung yang tidur tanpa pernah
benar-benar tidur. kami tidur dengan jendela tertutup rapat,
merahasiakan seluruhnya seperti hidup yang tak derduga.
kami yang berbaring di tengah kampung, dan kudengar
seperti sebuah suara dari dalam kubur.

aku mendengar kami berteriak di dalam diam, di dalam tidur,
dalam ketidaksadaran.

#melankolia

Tidak ada komentar: