6 Des 2012

Terjebak Korea


Gara-gara ocehan si Mahwi Air Tawar yang bilang MO Yan memang sangat layak dapat nobel dengan nover terjemahannya itu saya jadi terprovokasi. Dia cerita soal perselingkuhan, soal perempuan Cina zaman dulu yang meninginkan anak lelaki... "Pearl S. Buck kan juga cerita soal itu dan sudah dapat nobel kan?" Kataku memotong.

"Yang ini lain," kata cerpenis yang gara-gara cerpennya Janji Laut, kata Satmoko Budi Santoso, koran-koran di Yogya pada minggu lalu habis diborong. nah, cerpennya saja bikin orang gak bisa beli suara merdeka, apalagi provokasinya.

Karena saya dibujuk Mahwi, maka saya bujuk juga Mutia Sukma. Nah, impas. Aku bilang, "Beli novel Mo yan yuk, yang dapat nobel barusan ini."

Dia oke-oke aja.

Jadilah kesepakatan ganjil ini: Sukma yang beli buku ini, saya yang ke toko buku,. beli pakai diutnya dia, aku yang numpang baca. Sungguh tidak adil. Tapi apa boleh buat. Kami sudah sama-sama tergoda. Belum cukup saya juga membujuk dia untuk membeli Life of Pi Yann Martel. Bulan-bulan lalu sudah punya, eh terjual di Jualan Buku Sastra. Pas dicari sudah tak ada. Dulu saya pernah baca sedikit, buku pinjaman pula. jadi pengen baca lagi. Sialnya waktu saya mau cari lagi, filmnya keburu tayang nih. Saya gak mau beli buku gara-gara pilem begini.

Siang yang cerah, baru saja kemarin siang saya ke gramedia. Kata Sunlie, dulu novelnya pertama kali diterbitkan gak terlalu banyak yang lirik, tapi begitu Mo Yan dapat nobel, bukunya kembali laris dan harganya 99 ribu. Wah, bagus juga nobel untuk publikasi ya? Hihihihi...

Sayangnya, ketika mau masuk Gramedia saya lupa nama pengarang dan sama sekali tak tahu judul buku ini. Sama sekali tidak tahu. Betapa rendahnya seleraku, Yang aku ingat adalah narasi Mahwi, keluhan Sunlie dan cerita Mas Joni Ariadinata suatu malam mengenai novel ini. Dia ini lebih radikal lagi memprovokasi waktu itu. Dengan gaya teaterikal dia bercerita soal novel ini yang konten soal perselingkuhan sang istri dan suami yang impoten mendapat porsi lebih besar.

Aku tanya Mahwi apa judul buku tersebut dan nama penulisnya. Saya mengetiknya agak buru-buru, saya contekkan pada anda semua: "Men, novel nobel yang terakhir terbit itu judulnya apa, ya?"

Lama, Mahwi membalas dan hatiku sakit sekali: "Sepatu Dahlan." katanya.

Ah, becanda ini orang. Tak apa. Aku balas lagi: "Serius ini. Saya di Gramedia nih."

Dia balas lagi: "Ada banyak, Men. Ada Amba, Si Anak Singkong, 2, Lolita. ada banyak Men, saya gak terlalu hapal.."

Ini sudah keterlaluan. Saya serius gini, datang ke Gramedia, toko buku yang biasanya gak pakai diskon *hem* ditanyain serius jawabannya becanda. Sebelum aku meledak kesal, aku penasaran SMSku sebelumnya apa. Serius, bahkan SMS saya ke dia saja saya lupa. Kucari kotak keluar, ketemu: "Men, novel novel yang terakhir terbit itu judulnya apa, ya?"


Astaga, saya tanya novel nobel, yang tertulis novel novel. Pantas saja dia jawabnya begitu. hadeh... Nah kan, saya yang salah. Saya meluruskan narasi sms. Dia balas dengan lega: "Oh Mo Yan. Iya novel yang bagus itu Men. Bla-bla-bla.."

Nah, dia promo lagi kan? Mo Yan? Pendek betul. Kirain namanya jadi Mao Yean atau apa gitu. Saya pastikan lagi. "Tulis nama pengarang dan judul lengjkapnya" kataku sambil melewati komputer Gramedia yang dipakai pegawainya.

Saya sudah melongkok-longok di koleksi. Yann Martel dapat, tapi yang cover biru-lama itu sudah berganti dengan gambar di pilemnya. Aduh... Saya gak rela. Tapi apa daya. Mo Yan gak ketemu juga.

"Mo Yan, Big Breasts and Wide Hips. Coba deh men baca. Asyik. Dia selingkuh sembilan kali bla-bla-bla.."

Saya terkiki baca judulnya. Kayaknya Breast itu buah dada deh. Satu-satunya bahasa Inggris yang nancap di kepala. tapi mungkin saja saya salah. Saya bolak-balik etalase buk tetap tak ada. Saya cari di komputer yang kosong. Ada. Stok 10 eks. Hm.. Mana ya?

Saya dekati mas-mas Gramedia. Dia membantu saya, di rak A1. Ketemu, segera kami dihadapkan dengan koleksi novel-novel Korea. Saya berjejer dengan ABG-ABG yang mempehatikan saya dengan serius. Masa orang seperti saya juga Korea Mania. Ampun deh. Di rak itu gak ketemu. Kami bolak-balik koleksi buku satu-satu. Tidak ketemu. Mas-nya kembali ke komputer. Cek lago. Saya, di antara ABG yang memperhatikan cover novel-novel Korea mulai tidak percaya diri.

Mas-nya datang lagi. Bicara agak kencang. "Itu novel Korea ya mas?"

"Bukan, China." jawab saya cepat.

Dia melongo sebentar. Saya apa dia yang tidak bisa membedakan Korea dan Cina? jelas beda toh. Ini kan Korea Selatan. Cina kan China. kami bolak-balik lagi itu buku-buku. Para ABG sedikit sewot karena mereka jelas terganggu. Dia menyerah dan kembali ke kawan-kawannya. Saya berdiri lagi di antara para ABG yang berbisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk cover novel Korea. Saya bingung mau melakukan apa.

Lalu datang pelayan yang lain. Dan berkata enteng... "Oh Mo Yan. Bukunya sudah saya pindah Mas." Katanya sambil pindah ke rak sebelah, agak tersudut di bagian atas. Sialan, di sana toh, masa iya di deretan novel dan buku-buku Korea, mana Mo yen betah di sana. Kuamati buku dengan cover merah itu. Jelek sekali novelnya, kalau gak dapat nobel saya gak akan tergoda cover beginian sama sekali. Huh.

Saya buru-buru pergi dan ABG yang berdiri di deretan rak buku-buku Korea tak pernah peduli bahwa saya tidak satu selera dengan mereka....
Yogyakarta, 6 Desember 2012

1 komentar:

An Ismanto mengatakan...

Hihihi. Kan sama-sama sipit. Mau cina, cino, korea, koreo, japan, nipon, nihon. Pokoknya kalau sipit ya Koreong.