26 Apr 2010

mengenang lewat sajak 1

Stasiun Tugu, Dinihari

-bersama zen rs

malam sepenuhnya milik kita
gelas kopi berisi
lagu sedih keberangkatan.
kau begitu sadar untuk terjaga
bangku-bangku kosong, dunia terasa
begitu lapang


ingatanmu masih baik, tentang muasal.
malam buru-buru melarikan diri dari
kita yang selalu gelisah olehnya.
oleh pengulangan-pengulangan yang menjemukan.
sedang kantukmu sudah tak ada, sudah
tak ada. kau dan seluruh kota
kehilangan kesabaran pada kegelapan
setelah duapuluh empat jam tak lagi
cukup untuk menulis banyak sejarah.
“selalu ada yang dicatat, begitu banyak
yang tak tercatat.”

kereta bergerak, ceritamu retak.
kegalauanmu, sebentuk rasa dingin dan
berisik perjalanan. ritual malam
untuk mengusir jauh-jauh kecengengan
masa kecil; rambut ibu, bantal dan guling.
“setiap kali kau berusaha melupakan, setiap
itulah kau tengah mengingat.”
tak lagi kita dengar derak kereta terakhir
yang berlalu (ataukah pulang) malam ini.

di luar orang-orang cemas menunggu pagi,
menanti perjalanan yang begitu pasti.
“masalalu, seperti juga malam dan derak kereta
tak pernah selesai. tak ada yang bisa dilupakan.
yang perlu kau lakukan adalah mengingat,
memaafkan lalu melewatinya begitu saja.”

ceritaku mengambang begitu saja
stasiun tiba-tiba
menjadi begitu tua.

tugu, yogyakarta, maret 2007-2010

Tidak ada komentar: