5 Feb 2010

(Jangan) Salahkan Aku Untuk yang Buruk

Jangan salahkan agamaku atas dosa yang telah kuperbuat dan kurencanakan. Sebab agama telah membekaliku untuk menjadi ummat dengan akhlak baik dan terpuji. Aku saja yang masih tidak bisa menempatkan mana yang pantas dan mana yang tidak pantas. aku mengalami disorientasi dan kekacauan imaji di negeri ini.


Jangan salahkan negara atas ketidakbecusan hidupku. Negara telah memberikan arahan padaku bagaimana mestinya bersikap. bagaimana semestinya bertoleransi, bagaimana cara menghargai perbedaan dan bagaimana bermasyarakat. Negara tak pernah salah. Tapi aku mengadapi persoalan-persoalan keliru dalam masyarakat.

Jangan salahkan masyarakatku atas hal-hal nista yang kulakukan. Masyarakat telah mengenalkan padaku bagaimana mestinya bertetangga, bagaimana cara berkawan, bagaimana aturan hidup. Masyarakat tak pernah salah mendidikku.

Jangan salahkan pendidikan atas kelakuanku yang kejam dan sadis. Sekolah telah mengajarkanku berfantasi, menuliskan cita-cita dan mengenalkanku pada dunia. Hanya saja aku yang selalu abai dan bercuriga dengan pendidikan yang cenderung kubawa pulang.

Jangan salahkan orang tuaku atas sikapku yang mempermalukan hidup mereka. Mereka telah mendidikku menjadi anak baik, berbakti pada nusa, bangsa dan agama. Mereka tak pernah salah mengurusiku. Aku saja yang terlalu celaka dan tidak berbudi, serta tak tau bagaimana mengatur diri sendiri.

Jangan salahkan diriku atas semua kelakuan dan tindakan jelek. Diriku tak pernah salah. Ia berangkat dari peristiwa-peristiwa yang dilihat dan dialami. Diriku hanya melanjutkan yang sudah ada. Sedikit kretaivitas telah membuatnya menemukan rujukan baru. Tak cukup susah bagiku, karena cukup banyak peristiwa yang membuatku menjadi secemas ini. Jika kurang lengkap aku tinggal menambahkannya dengan sedikit imajinasi.

Jangan salahkan imajinasiku atas tindakanku yang tak pernah benar. Imajinasiku telah memberikan ruang ketika diriku tak berdaya atas dunia. Imajinasi telah menyelamatkan aku dari kekacauan-kekacauan dunia yang sebenarnya milik orang lain. Imajinasi telah memberikan aku batasan-batasan tertentu dan selebihnya kuserahkan pada agama.

3 komentar:

dwi s. wibowo mengatakan...

lantas siapa yang salah?

indriankoto.blogspot.com mengatakan...

itulah bung. aku juga bingung. aku tak punya kuasa atas diriku. kau tahu jawabannya? hehe

Spanish Rehab mengatakan...

Thanks for sharing, really like your view. Waiting for some more great articles like this from you in the coming days.