28 Des 2008

catatan penutup tahun

 Kado Natal dari Israel, dan Akhir Tahun

Serangan itu terjadi kamis 27 November 2008 di Mumbai, India menewaskan sedikitnya 125 orang. Aksi itu dilakukan oleh kelompok “teroris” Deccan Mujahidin. Sebulan selepasnya, di tempat lain setidaknya, kemarin, setidaknya 195 orang Palestina tewas dibombardir Israel di Kota Gaza.



Peristiwa manusia adalah peristiwa kalah-mengalahkan, peristiwa bunuh membunuh. Jika di hutan yang memakai “sistem rimba” di mana binatang saling menikam dan menghancurkan untuk kepentingan perut, manusia “memakan” sesamanya dengan cara yang lebih biadab, meskipun status hukum manusia lebih “manusia”. Apakah manusia memang lebih “manusia”? apakah yang “manusia” itu yang paling benar?

Tahun-tahun belakangan, dunia bergeliat dengan cara yang aneh. Bumi tidak lagi selapang dahulu, dengan sumber daya yang lengkap-semurna laksana surga. Bangsa-bangsa berdiri untuk mempertegas identitas dan menumbuhkan semangat patriotisme. Setiap orang lahir dengan identitas sebagai warga negara apa. Dan negara, memilik takdir sendiri. Negara mempengaruhi kehidupan dan kelangsungannya.

Apa yang sebenarnya di maui sebuah negara dengan mempertahankan identitasnya? Saya merasa duniaselalu bergerak, tak ada yang abadi. Dan peta yang memuat skala yang runut sekali pun pada periode-periode tertentu selalu berubah. Tidak ada yang tetap. Negara tumbuh dan berkembang, ras-ras, identitas, suku, agama memiliki cara tersendiri untuk menyatakan keberadaan mereka.

Apakah manusia sadar, dia akan terlahir jadi bangsa apa dan di mana?

Kisah manusia di zaman post kolonial sama saja. Darah dan darah. Dalam hukum rimba, sekali lagi, mereka, para binatang itu, membunuh, dikarenakan naluriah dan rasa lapar, sementara manusia yang berakal, dan bertuhan itu membunuh dengan dalih-dalih yang rumit. Sebagian orang membawa agama sebagai alasan, sebagian yang lain membunuh karena alasan kedaulatan, sebagian yang lain membinasakan suatu kelompok dan bangsa untuk menguasai segala sesuatu di dalamnya.

Yang kuat yang berkuasa. Apa yang membedakannya dengan hukum rimba?

Tahun-tahun yang Luka, Tahun-tahun yang Penuh Darah

Seandainya ada sebuah akhir tahun pembantaian dan pembunuhan, barangkali tempatnya adalah “kiamat” sebagaimana yang dipercaya orang-orang beragama. Manusia sudah memulainya. Alam semakin terekspoitasi dan nyaris habis sumber alamnya, manusia punah dengan cara yang sederhana dibunuh oleh alam dan sesama.

Saya berpikir, hidup adalah sebuah balas dendam yang terus menerus dan rutin. Kiamat tercipta olehpadanya.

Adakah akhir tahun untuk teror dan pembunuhan?

Saya mulai memandang dunia dengan cara-cara subjektif, cara pandang yang lama digunaka sekelonmpok orang, di mana kelompok lain memandangnya sebagai pandangan minor dan rusak. Bahwa, perang yang paling dominan dan terus hidup adalah perang Tuhan. Perang atas nama agama. Lebih jauh lagi, saya ingin menyatakan sebuah alasan konservatif, bahwa, menurut keyakinan saya kini, saat ini, perang salib terus bergaung sampai kini.

Abraham, apakah sesungguhnya yang memiliki agama? Nyawa ataukah tubuh? Apakah nyawa yang terbang sia-sia memiliki agama dan bangsa? Apakah tubuh yang bersimbah darah itu dimiliki negara dan agama setelahnya? Apa yang tuhan lakukan inginkan dari ini semua? Abraham, jangan-jangan keinginanmu untuk “mengorbankan” Ismail atau Ishaq sepenuhnya kesadaranmu naluriahmu (yang terwarisi anak-cucumu) yang tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan, atau Tuhan sedari awal memang menyukai “main-main kemanusiaan” semacam ini dan mewariskan kepada kami, anak cucumu yang terbelah-belah ini?

Dan maut, pesakitan dan eksekutor itu memiliki agama dan bangsa. Atas nama agama dan bangsa. Ia yang mati, ia yang membunuh, sama-sama pahlawan untuk bangsa dan agamanya—setidaknya demikianlah yang dipercaya. Kebenaran tak pernah mutlak, ia ada di tiap sisi, dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Amerika benar, bahwa gerilyawan Palestina jangan menyerang Israel, jangan memancing, karena balasannya satu banding tiga puluh. Dan Ahmadjenedad (siapa pun namamu, bagaimana pun susunan huruf untuk menyatakan namamu) salahnya dirimu yang menganggap negara dan bangsa Israel tak ada adalah salah besar. Tetapi apakah Amerika dan sekutunya dan Israel itu, pernah merasa bahwa Irak dan Afganistan setidaknya, memiliki kedaulatan sendiri? Bukankah sebagai sebuah negara mereka memiliki cara sendiri untuk hidup? Oh, ajarkan saya memilah kebenaran Tuan adidaya. Ajarkan bangsa kami bagaimana menjadi “penjajah” bagi orang lain, “agresi” yang bisa disebut ibadah bagi kami!

Jika teror di Mumbai, atas nama kemanusiaan kita mengutuknya sebagai tragedi, apakah di Palestina, tempat tuhan dan para nabi bersemayam itu, kita mengenangnya sebagai tragedi juga? Jika dunia diserbu teror atas nama satu agama, bagaimanakah kita menyebut tragedi pasca natal ini? Teroris, pembunuhan atau semacam alasan membela diri? Aih, apa yang membedakan agama dan bangsa dengan perang dan darah kalau begitu.

Bagiku, perang adalah perang, ia tidak memiliki agama dan bangsa. Perang sepenuhnya membunuh dan dibunuh. Dan tubuh yang bersimbah darah itu sepenuhnya tak memiliki agama, tak memiliki bangsa. Lalu, memiliki agama, pada akhirnya sebuah pilihan untuk mewarisi dendam atau membalaskannya.

Kurasa kiamat benar-benar diciptakan manusia. Jika begini, bisakah kelak, anak-anakku yang belum lahir ini bernegoisiasi dengan Tuhan untuk lahir di sebuah negara yang aman, yang melindungi warga negaranya dari serangan apa pun dan atas nama apa pun?

Surgakah itu? Benarkah “itu” ada?

Saya pikir, kata “teror” dan “tragedi” harus kita defenisikan ulang. Dan catatan akhir tahun saya ini adalah sebuah suara subjektif dari minoritas manusia bodoh yang memandang dunia dengan metode hitam-putih belaka.

Penutup, saya mengajak berdiskusi, saudara. Mengapa negara dan agama membuat orang menjadi pribadi yang merasa paling benar dan rela menghaburkan satu-satunya hidup yang dimilikinya? Jangan-jangan Negara dan Bangsa adalah sebuah Agama, sudah lama menjadi Agama, yang memiliki kebenaran tersendiri bagi penganutnya.

Selamat berakhir tahun dengan aman, tanpa debar. Semoga tahun yang kalian sambut adalah tahun-tahun tanpa darah, tanpa Tuhan yang selalu berisi balas dendam.

27 Desember 2008

foto by:contactpressimages.com

4 komentar:

Anonim mengatakan...

kawanku, aku selalu berharap apa yang kutulis ini SALAH! Bahwa, ternyata AGAMA dan NEGARA tidak pernah menyelamatkan! Agama dan NEGARA tidak pernah menyelamatkan manusia dari pembantaian demi pembantaian, tidak pernah menyelamatkan manusia dari kelaparan dan kemiskinan, tidak pernah menyelamatkan manusia dari perilaku korup, tidak pernah menyelamatkan manusia dari permusuhan demi permusuhan, tidak pernah menyelamatkan manusia dari teror demi teror, tidak pernah menyelamatkan manusia dari ketakutan dan kecemasan, tidak pernah...

kawanku, aku selalu berharap pikiranku ini SALAH! SEMOGA SALAH!

Selamat Tahun Baru, salam hormat dari dusun :)

Anonim mengatakan...

Kuli To Bli Noq

ya, semoga kita sama-sama salah bli nog. semoga agama kelak benar2 menyelamatkan dan tempat mengadu manusia, semoga negara benar2 peduli pada rakyatnya.

kita hanya berharap semoga, bahwa agama tidak selalu dendam dan darah. juga negara.

selamat tahun baru juga.. senang dikunjungi :-)

Anonim mengatakan...

hai Inn..Mahwi Mahadi Wide alias Mahwi Air Tawar juara sayembara cerpen UIN Purwokerto ya...salamin ke dia ya...salut!!!

indriankoto.blogspot.com mengatakan...

oke bung, aku salamin. dia teman kita dulu itu. hehe