9 Jul 2008

membaca peta; pulau yang mungkin kurenangi

Peta, Pulau dan Indonesia: Mari Berlayar.

Saya mengagumi peta, tapi tak pernah berniat ke mana-mana.

Setiap kubentang peta, pikranku akan terbang ke mana-mana. Ada semangat luar biasa yang menggelegak dalam dadaku. Seperti apa itu Singapura, di mana batasnya Antartika, di mana tepatnya pulau bermuda?

Aku mencatat nama-nama pulau yang kecil dan terpencil. Sewaktu-waktu aku melacaknya di googlemap. Tapi sialnya, googlemap bukanlah kawan yang asing untuk melacak sesuatu. Entah saya yang bodoh. Tetapi jika sekali-kali aku bisa menemukan di mana Nusa Lembongan di Selatan Bali itu aku mau berlama-lama di sana, menyusuri tiap inci jalannya hanya lewat internet. Betapa dunia semangkin canggih kini.

Pernah pula aku bertemu sebuah warnet yang menyediakan fasilitas peta dunia. Gila, aku bisa mencari pulau Karimata di Barat Kalimantan Barat dan mengintip pulau Natuna. Pulau yang seruopa bintik kecil di peta kita, ternyata mempunyai keramaian yang liat. Aku bisa melihat dari dekat (aku lupa nama mesin pencarinya, tampaknya masih milik google). Aku melihat pelabuhan yang bagus, pasir yang putih. Aku ingin mencebur ke sana. Ke kedalaman lautnya. Apakah ada minyak di sana?

Kususuri pula Pulau Serutu, Pulau Bawal dan betapa, pulau-pulau yang serupa noktah dan kadang terlupa di dalam peta, memiliki keajaiban-keajaiban yang luar biasa di dalamnya. Pernahkah kau menyisirnya, meski hanya di dalam peta?

Hari itu jantungku berdegup lebih kencang, karena aku membawa ponakanku yang hanya tertarik pada pulau Bermuda. Bermuda?? Ahai, aku dan Tsabit sama-sama sedang menyukai dan penasaran olehnya. Sama seperti dia, ketika kecil aku juga memiliki imaji tentang pulau itu. Segitiga Bermuda, aha, saya hanya tau pulau Bermudanya saja. Hari itu kami mengintipnya dnegan berdebar.
Dan saya pulang dengan sedikit kesal dan berjanji akan datang ke warnet ini lagi.
Beberapa hari kemudian aku datang dan tak menemukan fasilitas pencarian itu. sumpah, aku ingin melihat Wonosobo dari atas langit sebelum kemudian menjelajahinya.
Sayangnya di peta, beberapa tempat tetap tak akan bisa kulihat, beberapa nama tempat ditulis dalam bahasa Indonesia. Bagaimanakah aku melacaknya?
Sudahkah kau pernah melihat pulau karimun, pulau Bawean, Pulau Langean, atau jauh di Selatan, sebuah pulau menantang di antara bongkahan es di kutub selatan, atau menjelajahi kepulauan Hawai yang kadang tak tercetak di dalam peta. Dan menyaksikan ribuan pulau di Oceania yang seperti Mutiara di dalam peta? Adakah mobil di sana? Atau pernahkah kau menyisiri Kergguelen yang aku sendiri lupa di mana tempatnya. Maukah kau bersamaku mengunjungi pulau-pulau kecil di Natuna, melihat Subi, Serasan, Pulau Jejama dan melompat ke Kalimantan? Sebesar apakah pulau Liat di Bangka Belitung dan apakah isinya? Atau maukah kau bersamaku masuk ke Enggano di peraiaran Bengkulu itu? sungguh, dia merasa amat kesepian barangkali. Bukankah di sana ada orang? Mengapa tak ada yang menyapa mereka? atau kita maju ke Utara, sebuah titik kecil, oh tuhan di antara laut dangkal setitik pulau cantik sedang menunggu kita, Pulau Mega. Pulau Mega. Dan kita akan sampai di Pulau Sanding di sepanjang gugusan Pagai. Ahai, pulau yang berhadapan dengan kampungku yang rasanya begitu jauh.
Google, oh, google, kenapa mesti ada kegelapan di antara petamu, sementara saya ingin menyisirinya?
Pernahkah kau mendengar Karimunjaya? Pernahkah kau ingin bersamaku mandi di sana? Di sana, gugusan pulau-pulau nyaris hanya terabadikan di dinding bis. Ah, anak-anak di sana pastilah jago bersampan. Ayo membayangkan kisah cinta manis sepasang remaja yang terpisah antara Pulau Parang dan Pulau Genting. Adakah sekolah di sana? Dari manakah gurunya? Apakah bahasa mereka?
Bawean, Kangean, betapa jauhnya. Di manakah kota pelabuhan mereka? Di manakah ibukota negaranya? Apakah Jawa dan kaki Kalimantan terlihat dari tempat mereka berdiri? Adakah pelabuhan di snaa tempat kita kelak akan singgah? Mari ke Kalambau, ke Matasirih, ke Kadapangan berlayar dari Kota Baru Kalsel. Apakah pulau-pulau yang nyaris menyatu dengan Samarinda, atau Tarakan itu memang begitu dekat? Apakah bisa menyeberangi Ma. Pantuan dengan jembatan bambu ke Kalimantan?
Manakah yang paling jauh jarak ke Jakarta nitimbang Philiphina bagi mereka di kepulauan Nenusa paling Utara pulau kita? Apakah mata uangnya? Apakah bahasa mereka? lebih sering ke manakah mereka berlayar? Apakah makna Indonesia bagi mereka? Ayo ke Talaud dan berendam di pasirnya, bisakah kita berenang ke Mangarang lalu melompat ke Kabaruan? Mengapa di peta semua begitu dekat?
Aku takut, mereka yang di Pulau Medang, Gililawang lebih menderita ketimbang mereka yang tinggal di Pulau Lombok? Apa pekerjaan mereka? adakah anak-anaknya sekolah? Apakah mereka membikin farfum dari sisik ikan? Dan pernahkah orang-orang Pulau Rote dan Pulau Sawu melihat Australia? Pernahkah Jakarta merasuk ke dalam mimpinya?
Ohoi, Jam berapakah di Pulau Senua ketika adzan magrib berkumandang dari Jakarta? Adakah tivi di sana? Adakah siaran radio di Pulau Manuk? Jam berapakah mereka tidur? Jam, berapakah mereka bangun? Apakah mereka akan menunda pekerjaan mereka ketika dari jakarta—kalau tel;evisi benar-benar ada di sana—menayangkan Berita Pagi. Apakah kita bisa berenang untuk menyeberangi pulau Enau dan melelewati pulau-pulau lainnya di dalam peta untuk sampai ke pulau Kula di Timur Ambon dan Selatan papua itu? Apakah orang-orang Wetar tidak pernah nyasar ke laut Dili? Lalu naik apakah orang Timor Barat menuju Timor Timur?
Dari banyak pulau itu, adakah negara pernah mengingat mereka? dan mereka, orang-orang di pulau yang tak terlacak di dalam peta, di negara manakah mereka sebenarnya sedang termaktub? Apakah negara hanya sentimen jika pulau-pulau terdekat dengan tetangga diambil dan dijadikan pusat pariwisata? Apakah hanya rasa iri sementara kita masih perlu menyelidik dan mencari anma baru untuk pulau-pulau jauh di negara ini. apakah kita perlu mejual satu pulau untuk itu? lalu, apakah kita benar-benar kehilangan ketika satu pulau benar-benar hilang dan pulau-pulau lainnya minta diperhatikan. Siapakah yang memerlukan sebenarnya? Mereka yang di pulau itu atau negara di Jakarta?
Apakah pulau-pulau yang hanya titik hanya sebagai penghias peta, agar anak sekolah bergumam, “uh, banyaknya pulau-pulau kita.”
Google, google, berilah jawaban. Berilah petunjuk. Hei, apakah kau—google—milik amerika? Jika begitu, aku tyakut. Jangan-jangan mereka lebih fasih dnegan tanah kita, mengeja dan mengintipnya setiap inci sudut-sudutnya sehingga tak adfa tempat bersembunyi. Jangan perang dengan Amerika, aku takut dia melacak aku di mana. Google, apakah petamu milik depertemen pertahanan dan penjajahjanmu? Oh, aku takut…
Untuk apa peta dibuat?
Mengaopa di sebuah tempat malam lebih panjang ketimbang siang? Sianmg lebih panjang ketimbang malam? Apakah matahari macet di langit mereka?
Apa yang peta inginkan pada kita?
Siapakah yang bisa mentotal pulau-pulau di laut kita?
Kepadamu, aku bertanya dan ayo kita bercakap tentang itu. Sekarang!

2 komentar:

Ferzya Farhan mengatakan...

ghai, aku anggota jurnalisme sastrawi juga, aku juga suka liat peta, membayangkan suatu saat nanti aku dapat keliling kepulauan Indonesia, aku suka tulisanmu. banyak sekali pulau pulau yang kebanyakan orang Indonesia sendiri tidak tau keberadaannya.

selama aku menjelajahi kepulauan Indonesia, (tidak banyak sih) sebagian pulau-pulau yang dirimu sebutkan telah di explor oleh para orang asing. mereka membangun ekonomi warga pribumi disana dengan mengajak teman**nya untuk berkunjung kepulau-pulau tersebut dan menjadikannya objek pariwisata karena pulau** itu sangat indah.

jadi, intinya, bagi anda warga Indonesia, mari kita mulai menabung dan jelajahilah kepulauan cantik Indonesia! banyak sekali yang anda akan nikmati pemandangan indahnya dan kehidupan desanya yang masih sangat 'Indonesia' :)
hehehe

Ferzya Farhan mengatakan...

oya, sekedar saran. coba kirim tulisanmu ke kompas