5 Jun 2008

jakarta 2

Di Jakarta aku Ingin Bunuh Diri

Di Jakarta aku jadi kepengen bunuh diri. Entah bagaimana mulanya. Di sini segalanya berjalan monoton. Meskipun semua terlihat sibuk tetapi di mataku, sepertinya segala sesuatu sedang dikontrol. Orang-orang telah berubah menjadi robot.

Di Jakarta aku mengutuk diriku yang tak bisa apa-apa. Bermula dari permainan bilyard. Bagaimana aku bisa dikatakan manusia dan bisa hidup di Jakarta jika menyodok bola putih saja saya merasa tidak tega. Tak hanya itu. Aku tak bisa apa-apa. Dan aku hendak bunuh diri atas ketidakbisaanku ini.

Gusmuh menyarankan aku terjun dari Monas saja, dengan niat setengah-setengah. Tentu aku menolak. Untuk sampai ke sana tentu aku harus bayar dulu. Berapa pun harganya, untuk mati aku merasa tak perlu membayar.

Masa aku macam-macam di Monas. Aku takut dipukuli. Aku takut ngapa-ngapain. Aku merasa ancaman ada di mana-mana. Aku merasa diawasi.

Di Jakarta aku merasa betapa sepinya dunia. Untuk sebuah acara sastra, sangat jauh berbeda dengan di Yogya. Jika tanpa publikasi, rasanya mustahil didatangi banyak orang. Dan dua malam acara launching antologi Puisi IBUMI Kisah-kisah di Tanah di Bawah Pelangi itu nyaris hana dihadiri oleh kita-kita. Kemana orang-orang yang ramai di jalan?

Di Veteran, dekat dari Istana Presiden itu nyaris digegerkan oleh kematianku yang tanpa rencana itu. Aku merasa sepi. Aku melihat Monas seperti simbol kejantanan laki-laki. Apakah Jakarta itu laki-laki? Angkuh dan sangat sombong.

dari pada orang-orang disibukan dengan diriku dan hal-ikhwal penguburan, lebih baik saya pulang ke jogja. dengan demikian bebaslah saya dari rencana bunuh diri.

Tidak ada komentar: