8 Mar 2007

Bang Oma, Govinda masa kanak yang (tak) begitu Indah

Aku pernah begitu dekat dengan rhoma, sebagai mana aku mengenal ateng-iskak, suzzana, dono-kasino-indro, kadir-doyok. Aku bahkan merasa begitu dekat dengan oma, sangat dekat: ya orangnya, ya lagunya, ya gitarnya dan juga jenggotnya. Aji oma, tepatnya, ah, bang aji lebih tepat. Bang aji oma.


Dia heroku, hampir setiap malam minggu aku akan menyelesaikan satu kepingan vedio begadang, cinta segitiga, ksatria bergitar, dan sebagainya jika tidak janur kuning, pendekar dari mana, ksatria apa, pedang naga apa dan sejenisnya. (ah, mengapa pula ingatanku tak pernah akrab dnegan rentetan nama-nama dan judul-judul?) sudahlah. Buat apa nama, buat apa judul, kalau aku masih merasa begitu fasih mengingat ceriteranya?




Setiap pertarungan oma selalu menang, dan kami, para anak-anak dan ibu-ibu yang membayar 50 rupiah untuk satu petualangan roma akan bersorak gembira. Sukses. Dan semalaman aku akan bermimpi kelak, ketika besar aku akan menjadi seorang anak muda yang jagoan, pintar menyanyi, punya pacar cantik, kaya tetapi tetap rajin shalat bernama Rhoma.



Begitulah aku mengakrapinya. Di tengah itu tentu aku juga mengunjungi A. Rafiq, sebelum kemudian mulai berselingkuh dengan deretan nama dan tokoh india: amithabacan, wah dasyat tuh orang, govinda, wah, serupa rhoma, dia jago berkelahi juga, dan selalu menang. Tak hanya itu, rhoma dan para tokoh india selalu mengakhiri kisah dengan isak tangis tak tertahankan. Haru.


Lalu aku berkenalan dengan Malvin Sheina, Sally Marcelinna, Inekke Koesherawati dan tergila-gila pada dada dan paha nurul arifin, bibir paramitha rusadi dan serak suaranya, ciuman dian nitami. sumpah beruntunglah orang seperti dono-kasino dan indro yang begitu akrab dengan mereka. Tapi aku tak mau, aku mau menjadi Reinaldy, yang menjadi lawan main wanita-wanita cantik di film-film yang judulnya saja membuatku sudah gemetar; penuh birahi, penuh kenikmatan, penuh sensasi, penuh gairah. Untuk film-film ini, di mana semasa kanak begitu rahasia, begitu tabu, pada waktunya kusingkap jua kelambu itu. Ada desahan ineke, ada tarian halus malfin seina, hampir setiap waktu salli marcelina, memakai pakaian renang. Dan aku disibukkan menonton adegan-adegan seks yang setengah-setengah ini.


Gila... kok begitu gampangnya cinta di kota besar ya? Pikir saya yang baru beranjak remaja. Menemukan dompet saja di sebuah warung bisa berakhir di atas ranjang, di tabrak mobil bukannya dilarikan ke rumahsakit, eh di jadikan cowok simpanan. Gile bener!!!!. Duh... jadilah percintaan yang selalu tiba-tiba di setiap adegan. Ngobrol dikit, ciuman lagi, mendesah lagi, kepalanya bergoyang-goyang lagi. Ngobrol lagi, ke kafe lagi, naik mobil lagi, ciuman lagi, pelukan lagi...


Aku sempat heran juga setiap kali menonton pelem esek-esek ala indonesia itu, kok cara bercinta orang indonesia gitu ya. Ciuman bibir, ceweknya mendesah, tangannya erat memegang seprai dan kasur, dan cowok berlama-lama di lehernya, lalu tangannya singgah di rambut, pipi, telinga, bibir dan lehernya dan turun... dada dilewati begitu saja, bagian mendebarkan di bawah pusar lewat begitu saja. Lalu kamera Cuma akan memperlihatkan kepala si wanita yang sedang mendesah-desah, bergoyang-gayang, menggeleng-geleng, buturan keringat seperti hujan, lalu tergeletak dengan pakaian masih lengkap. Apa orang kita tak pernah bercinta telanjang ya? Begitu pikir polos saya.


Dan oma? Aha, selamat tinggal dulu, kesatria bergitar. ternyata pelem-pelem india lebih mengharukan. Keluarga jagoan hancur, ayah ibunya mati, penjahatnya terlalu kuat, tokoh utama (lakon kami menyebutnya demikian. Orang-orang sekampungku. sesekali mereka menyebutnya bintang.) terlalu sabar. Hampir setiap penjahat india yang hitam seram dan serampangan punya anak perempuan cantik, putih, menggarahkan dan baik hati, anehnya ia selalu dekat dengan sang bintang. Mereka bercinta, sesaat terlupakan balas dendam. Lalu berkelahi lagi, berdarah-darah lagi, kalah lagi. Sampai akhirnya... ah, aku sudah tak kuat melanjkutkan kisah cinta dan tragis itu. Mataku sudah berkaca-kaca lebih dulu, emngingat masa kanak yang begitu sial. Tapi selalu ada celah untuk orang-orang yang semula kalah di pelem india. Tidak melulu sial seperti dono-kasino-indro; kecebur kali, kesetrum listrik, dipukulin,dikibulin, dikerjai dan sebagainya. Tak semalang bokir dan dorman di hampir setiap pelem suzana selalu menjadi hansip dan ketemu hantu. Hii..!!!


Aku sampai di mana tadi?


Ah, ini hanya igauan saja. Sek, aku akan selesaikan nanti satu-satu orang-orang ini. Ya rhoma, govinda, amithabacan, sampai preti zinta juga si manis kajool dan si tampan sharuk khan, sijago nari amir khan, si penjual tampang yang berbibir merah dan berekting jelek Salman Khan, si kecil-pendek-gendut bersuara serak tapi bermata jernih Rani Mukerjee, Si tinggi-panjang Karisma Kapur dan adiknya yang yahud karenna kapoor, sampai si bintang iklan sabun ashwira rai. Aku akan bercerita soal mohabbat, mohabatain, dil se, dil to pa gal hai, kuch-kuch hota hai, koy mil gaya.. semua.. tapi tidak sekarang. Sebentar aku selesaikan dulu Barri Prima, Advedbangun, saiful nazar, dan suzana dan juga tentu bang aji oma.

Sabar ya?


Duh masa kanak yang tak sempat bisa diulang.


Sampai di mana saya tadi?

Tidak ada komentar: