28 Agu 2006

Orang-orang, perempuan, kau dan aku........

Kabar Akhir tahun
~ Maria

izinkan aku berkabar sebab
desember selalu hujan…

hujan basahkan
kenangan patah
tak habis-habis aku mengutuk
sore yang gamang

kirimkan aku sebutir kisah,
desember begitu basah…

tak habis-habis
kau reguk kisah
angin mewartakan aroma
lumpur, garing tanah, asin laut
wangi rambutmu bercampur
kenangan basah

Sebab desember membawa dingin…

hujan keparat yang mencipta janin
gumpal salju telapakku
di halamanmu
diam-diam kuhanyutkan diri
bersama bah

sebutir kabar…
berapa lama kita berlupa?

desember selalu hujan
angin dingin selalu keparat
pertama kali aku berdoa
hujankanlah berjuta kabar sepanjang tahun
yang membasahkan

Sebab, kita teramat perih….

/Rumahlebah, 5 desember 04



(Bukan) Sajak Cinta, Eq
eki
aku menemukan kata-kata
berceceran di sepanjang kenangan
sebagian mengapung di selokan, lusuh dibasuh hujan semalam
kupungut satu-satu –seperti puntung rokok
yang mengapung dijalan-jalan.
kali ini tak!
kubiarkan saja ia bergantungan di saku,
sebagian tertinggal di kamar mandi, nempel
di dinding, bercecer di ranjang tidur, sebagian
ungsup di dada, satu dua
nyangkut di mimpi
kubiarkan saja ia membaca dan bercerita
bagai ribuan cicak yang menyesak:

aku menemukanmu di antara
tumpukan penjiarah malam itu
dengan gaun berwarna cerah
“pun di jum’at agung, tak melulu
warna kelam” ujarmu berkenalan
lalu kita saling mengunci
kata-kata yang terus muntah
diantara koor puisi
:kita seperti sepasang pecinta yang mabuk anggur
diantar penjiarah yang pulang pagi
dan aku merasa seperti penjamuan terakhir
di kamis suci

aku lupa bertanya
kapan mesti menjilati halaman dan
menjiarahi buku-buku kamarmu
sementara kau terus menyepi hingga
sabat demi sabat melipat hari
sampai ia tumbuh menjadi
ribuan puisi

sungguh,
;bukan sajak cinta, eq
rumahlebah, 24 Juni 2005






Seremoni Kecil Buat Zie-zie
zie
di luar panas, dik
tutup pintu dan jendelamu

di luar orang membangun peradaban
pada wajah mereka dengan warnah luka
dan airmata
menghias bibir-bibirmereka dengan jelaga dan rupa-rupa
pada matanya ratusan ribu watt menyala
membiarkan payudara dan selangkang mereka membusuk
direndam salon dan papan iklan
yang meriakan slogan-slogan

di luar panas, dik
berdiri saja di jendela

di belakang sumur kita mongering
tanah-tanah retak
malam adalah kemuraman kunang-kunang
dengan kidung asing yang mengingatkan kita
aksara-aksara di pohon kamboja
tapi kota menjadikan kubur situs-situs
dan legenda baru di antara puncak-puncak gedung

di dalam saja
angin di luar tak cocok buatmu
lihatlah kabut yangmenerbangkan
lolongan ke depan pintu

di luar panas, dik

Rumahlebah, 2005



Seorang Sakit
arum
kubawa tubuh yang lusuh
kau tawarkan cinta yang lisut.

cinta seperti mayat
yang tak sempat kuziarahi.

kau sodorkan melankoli
dengan sebentuk hati.
hanya hujan yang kuberi.

/rumahlebah, 05-06

Igau Pagi
ian
kudapatkan secuil imaji tentang sudut bumi
tempat kenangan digoreskan, angin yang menggugurkan
bayang, cuaca yang pucat, embun pecah
di puncak hidung, gunung-gunung sehijau
masa kanak, sungai mengalirkan tangis ke muara. dari jendelamu
yang temaram dimana kupu-kupu mengepak
dari lehermu. kusaksikan kampung halaman
terselip di rambut basahmu. Kudapatkan
juga sebait dongeng kecil masa remaja
di bawah ranjang. dan buku-buku terus saja berkisah tentang
luka dan air mata. kau masih saja menanam sajak
di tiap buku keping ingatan.

di sini, sehabis percumbuan kata
aku-kau belajar merangkai luka menjadi sebait
kembang, agar kupu-kupu mengeliat dari
lehermu yang gunung.

rumahlebah, juni 2006

Verbumcaro Nicfactum Est
` ningrum

di sini sabda telah menjadi daging
sekerat roti dan anggur kita
muntahkan dimalam ekaristi

aku menyanyikan tembang-tembang
tentang tuhan sambil
menunggu kau merangkak dan
tumbuh, sampai daun-daunmu bercabang
“gloria, telah lahir segenggam
cinta ” teriak penggembala suka-cita
(entah dari mana salju itu
tiba-tiba ngalir kematamu)
seorang uskup semedi di kapel
yang sama tuanya
“di sinilah, di mana
sabda menjelma cinta”

kita berdansa melampaui usia
hinggga mabuk dan lupa
sepotong purnama istirah
di rahimmu, diam-diam
kau buang hosti
sehabis misa
“tubuh dan darahmu
memabukan aku”
katamu dalam sekelamit
amsal doa

kau torehkan di bastilika
“di sini telah lahir pendahulu cinta
di mana sabda tak lagi jelma”

2005- 2006

kukatakan padamu, pelayat yang sempat kueja dari sekian penziarah;

Percakapan Basi
Kepada (Bukan) Kekasih

kau percaya tidak
bahwa kita tak pernah beranjak
sejak abad-abad berputar di kalender
kadang kita lupa
ini kemarin atau besok?
kota diserang skizofrenia
dan penyakit lupa
abjad-abjad menjadi asing
bahkan sekedar mengingat
siang atau malam

kau percaya
aku tidak sungguh-sungguh
merayumu dengan segudang kisah dan luka

kau harus percaya,
kota diserang insomnia
dan penyakit lupa
sehingga kita tak pernah sadar
kita sepasang kekasih atau bukan

terima kasih........

1 komentar:

Wida Waridah mengatakan...

in, komputerku error lagi. gimana ya? aku bingung jadinya.